:
Oleh MC Kabupaten Pacitan, Kamis, 24 November 2016 | 14:11 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 1K
Pacitan, InfoPUblik – Bupati Pacitan Indartato mengajak kepada seluruh masyarakat Pacitan untuk menjaga dan mempertahankan kesenian budaya yang ada di Pacitan, salah satunya adalah seni budaya Kethek Ogleng yang merupakan seni khas Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan.
“Mari kita menjaga dan mempertahankan seni budaya yang ada di Pacitan termasuk yang ada di desa tokawi ini, mari kita nguri-uri budaya leluhur agar tetap lestari,”kata Indartato saat menggelar kunjungan kerja ke Sanggar Seni tari Kethek Ogleng Condro Wanoro, di Sekolah Dasar Negeri (SDN) IV, Tokawi, Kecamatan Nawangan, Rabu (23/11).
Menurut Indartato, keberadaan seni Kethek Ogleng yang identik dengan penggambaran kera putih tersebut selaras dengan promosi pariwisata yang ada di Pacitan, sehingga diharapkan seni Kethek Ogleng Pacitan bisa menjadi sarana promosi pariwisata di kota 1001 goa itu.
“Saat ini Pacitan sedang gencar-gencarnya promosi pariwisata, maka dengan demikian kesenian tari ini sebagai sarana promosi wisata di kecamatan Nawangan selain Monumen Jenderal Soedirman,”tandasnya.
Senada dengan Indartato, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Wasi Prayitno menyampaikan bahwa setiap yang menjadi ikon dari kecamatan di Pacitan, wajib dikembangkan.
“Hal itu untuk memajukan dan memperkenalkan Pariwisata dan budaya yang ada di Kabupaten Pacitan, sehingga mariari kita gali potensi budaya yang ada di daerah Pacitan agar bisa terkenal juga bisa menarik wisatawan,”katanya.
Ketua sanggar tari Condro Wanoro, Sukisno menyampaikan sejarah adanya kethek ogleng di Tokawi. Menurutnya, seni Kethek Ogleng tersebut sudah ada sejak tahun 1963 hasil karya dari seorang petani yang bernama Sutiman yang saat itu masih berusia 18 tahun. Dikatakan Sukisno, penamaan Kethek Ogleng diambil dari nama binatang yaitu kera dalam bahasa jawa, sementara ogleng berasal dari bunyi gamelan yang berbunyi gleng-gleng.
“Tari Kethek Ogleng pertama kali ada di tempat orang punya hajat perkawinan tepatnya akhir tahun 1963, adapun entas tersebut terlaksana atas permintaan Kepala Desa Tokawi pada waktu itu Haryo Prawiro,”ujarnya.
Selanjutnya, dikatakan Sukisno, sejarah Kethek Ogleng terus diakui, seperti pada akhir tahun 1964, Dinas Pendidikan atas persetujuan Bupati RS Tedjo Sumarto, meminta Sutiman agar tari Kethek Ogleng menggunakan cerita rakyat Panji Asmorobangun.Hal itu bertujuan apabila menggunakan unsur cerita agar menjadi lebih baik. Cerita panji dalam versi raden panji yang akan dijodohkan dengan Sekartaji atau Candra Kirana.
“Nah, tari Kethek ogleng memiliki alur cerita, secara utuh terdiri dari enam tokoh yaitu Panji Asmorobangun, Dewi Sekartaji, Endang Rara Tompe, Punakawan, Bathara Narada dan Wanaraseta dan tari tersebut berkembang hingga sekarang,”pungkasnya.
Perkembangan tari Kethek Ogleng sendiri juga sudah diakui oleh Pemkab. Terbuki beberapa tahun silam seni tari Kethek Ogleng dimodifikasi dalam seni tari kontemporer yang mengadopsi cerita Kethek Ogleng dengan tajuk Pacitan Bumi Kaloka. Tarian Pacitan Bumi Kaloka yang terinspirasi dari tari Kethek Ogleng sendiri sudah tampil beberapa kali di tingkat provinsi maupun nasional.
Dalam kunjungan kerja ke sanggar tersebut, Buati Pacitan didampingi sejumlah pejabat dan tokoh, diantaranya adalah Kepala Disbudparpora Wasi Prayitno, Kepala Bidang TK/SD Dinas Pendidikan Sukatmin, Camat Nawangan Bambang Purnomo dan Kepala Desa Tokawi Joko Purwanto. (Mc Pacitan/RAP/Eyv)