- Oleh MC KAB MALUKU TENGGARA
- Rabu, 14 Mei 2025 | 08:30 WIB
: Direktur Pos dan Penyiaran Kemkomdigi, Gunawan Hutagalung (kanan) dalam diskusi daring bertema Menjaga Keberlanjutan Media Penyiaran Melalui Revisi Undang-Undang Penyiaran yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 (tangkapan layar zoom/YouTube)
Oleh Wahyu Sudoyo, Kamis, 8 Mei 2025 | 05:55 WIB - Redaktur: Untung S - 281
Jakarta, InfoPublik – Pemerintah dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) terus menyatukan langkah dalam menjaga keberlangsungan media penyiaran, seiring dengan pertumbuhan media digital yang semakin masif.
Direktur Pos dan Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Gunawan Hutagalung, mengatakan fokus utama yang sedang dilakukan pemerintah adalah melakukan intervensi kebijakan pada industri ini, baik dalam jangka pendek seperti inovasi insentif dan kebijakan jangka panjang seperti merumuskan regulasi terkait relaksasi aturan penyiaran maupun terkait penyiaran di platform digital.
“Intervensi dari negara bisa menjaga industri ini. Kalau dilihat bottom line (garis bawah), memang diperlukan relaksasi pengaturan di Industri penyiaran supaya dapat berkompetisi dengan platform digital, tapi diperlukan keseimbangan regulasi antara media dengan substitusi mereka, platform digital,” ujar Direktur Pos dan Penyiaran Kemkomdigi dalam diskusi daring bertema Menjaga Keberlanjutan Media Penyiaran Melalui Revisi Undang-Undang Penyiaran yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, pada Rabu (7/5/2025).
Menurut Gunawan, Kemkomdigi saat ini terus membahas regulasi teknis yang mendorong keberlanjutan industri penyiaran, sepeti metode-metode mempeluas jangkauan wilayah siaran dan lainnya.
Untuk itu dia mengapresiasi para wakil rakyat yang telah aktif mendukung Rancangan Undang-Undang (UU) Penyiaran dan berharap agar bisa segera dibawa dalam pembahasan di forum resmi DPR RI.
“Kami dari Kemkomdigi secara internal terus melakukan review usulan yang disampaikan (masyarakat dan stakeholder) agar bisa berampak signifikan terhadap keberlanjutan industri penyiaran,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, dalam mengupayakan keberlanjutan media penyiaran, diperlukan pembenahan dari sisi kebijakan, hukum dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia, agar mampu mengimbangi laju pertumbuhan media digital.
"Dibutuhkan mekanisme adaptasi yang tepat terhadap laju perkembangan teknologi sehingga keberlanjutan media penyiaran tetap terjaga," tegas Lestari dalam sambutan tertulisnya.
Menurut Lestari, upaya revisi Undang-Undang No. 32/2002 tentang Penyiaran, didorong oleh kenyataan bahwa dinamika industri media saat ini terus berubah.
Ia berpendapat, upaya untuk menyesuaikan kebijakan harus dilakukan untuk mewujudkan penguatan lembaga penyiaran, kebebasan pers dan ekspresi, perlindungan terhadap pekerja media dan masyarakat, hingga menyeimbangkan ekosistem penyiaran agar para pemangku kepentingan dapat mengatasi berbagai tantangan akibat hadirnya media sosial.
Anggota Komisi X DPR RI ini berharap tantangan seperti persaingan antar-platform, monetisasi konten, tantangan finansial, perubahan paradigma terkait sumber informasi dan audiens, serta dampak pada industri iklan dapat segera dijawab dengan solusi yang tepat.
Sekretaris Jenderal ATVSI, Gilang Iskandar, mengungkapkan kondisi bisnis penyiaran saat ini secara umum tidak baik-baik saja. Sebab, alokasi belanja iklan di TV terus menurun, sedangkan capital expenditure (Capex) dan operating expenditure (Opex) tetap harus dikeluarkan.
Hal ini membuat stasiun televisi semakin agresif melakukan efisiensi, mulai dari menayangkan siaran ulang, sampai akhirnya terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, agar tetap bisa beroperasi.
Kondisi itu diperburuk dengan hadirnya pesaing baru, yaitu platform digital, sementara kue iklannya tetap dan media televisi wajib mematuhi berbagai peraturan dari sejumlah lembaga terkait bisnis, standar teknis penyiaran, hingga pengaturan frekuensi.
Sementara, tambah Gilang, media digital tidak diikat dengan aturan yang sebanyak media televisi. "Sehingga terjadi penerapan regulasi yang tidak seimbang," ujarnya.
Gilang berharap, ada regulasi media penyiaran yang lebih fleksibel dan dinamis agar mampu bersaing dengan platform digital.
Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini mengungkapkan, pembahasan revisi UU Penyiaran tidak hanya terkait aturan teknis, tetapi juga mencakup hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang terverifikasi dengan baik.
Ia menegaskan kondisi persaingan yang tidak sehat antara media konvensional dan media digital juga menjadi perhatian dalam pembahasan revisi UU Penyiaran.
Fenomena masyarakat lebih percaya pada berita viral juga menjadi perhatian serius para legislator dalam proses revisi tersebut.
“(saat ini) kami sedang menyusun DIM (daftar inventarisasi masalah) atas revisi undang-undang penyiaran ini. Jadi kami berpandangan bahwa revisi ini memang sebuah keharusan,” kata dia.
Amelia berpendapat hasil revisi UU Penyiaran harus bersifat antisipatif terhadap perkembangan teknologi ke depan.
Selain itu, dia juga berharap akan berlaku penerapan aturan yang adil bagi setiap media yang ada di tanah air, baik oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Komdigi, dan Dewan Pers.