Menteri PPPA Tindak Lanjuti Dugaan Pelecehan Seksual Dokter Kandungan di Garut

: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan pihaknya segera berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Garut, Jawa Barat./Foto Wandi/InfoPublik


Oleh Wandi, Selasa, 15 April 2025 | 08:57 WIB - Redaktur: Untung S - 141


Jakarta, InfoPublik — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan pihaknya segera berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk memastikan penanganan cepat terhadap korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter kandungan terhadap pasien ibu hamil.

"Kami akan berkoordinasi dengan UPTD PPA di Garut untuk mengecek sejauh mana penanganan dilakukan. Fokus utama kami adalah perlindungan dan pemulihan psikologis korban. Ini penting agar korban merasa didampingi secara menyeluruh," kata Arifah Fauzi usai acara halal bihal dengan wartawan di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

Kasus ini mencuat usai beredarnya video rekaman CCTV yang menunjukkan dugaan tindakan tidak pantas seorang dokter kandungan terhadap pasiennya di sebuah klinik kesehatan swasta di Garut. Insiden itu diduga terjadi pada 20 Juni 2024. Video tersebut viral di media sosial dan memicu gelombang kecaman dari publik.

Kapolres Garut menyatakan kasus ini sedang dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Polisi juga telah meminta keterangan dari pihak klinik, korban, dan saksi-saksi yang relevan.

Sementara itu, gelombang kasus serupa juga menyeruak di Bandung, Jawa Barat. Seorang dokter residen berinisial PAP (31), peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), resmi ditahan Polda Jawa Barat. PAP diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Kedua kasus ini mencerminkan persoalan serius dalam sistem pengawasan etika profesi kedokteran di Indonesia. Lembaga perlindungan korban, komunitas kesehatan, hingga organisasi profesi kedokteran kini didesak untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur kerja dan standar etik tenaga medis, khususnya dalam interaksi dengan pasien perempuan.

Arifah Fauzi juga menyerukan pentingnya regulasi internal yang lebih ketat dalam fasilitas kesehatan. "Kami berharap ada SOP tegas yang mengatur interaksi tenaga medis dengan pasien, termasuk kewajiban adanya pendamping saat pemeriksaan sensitif, serta kanal pengaduan yang responsif dan aman bagi pasien," tegasnya.

Komnas Perempuan dan Komnas HAM juga disebut tengah memantau perkembangan kasus ini dan siap mendampingi upaya hukum maupun pemulihan korban.

Publik kini menanti langkah konkret dari institusi kesehatan dan pendidikan kedokteran untuk memastikan keamanan pasien, serta menegaskan bahwa tindakan kekerasan seksual tidak mendapat toleransi dalam bentuk apa pun, di tempat mana pun.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh MC PROV GORONTALO
  • Jumat, 16 Mei 2025 | 20:24 WIB
Wagub Idah Syahidah Serukan Gerakan Bersama Lawan Kekerasan terhadap Anak
  • Oleh MC KAB SERDANG BEDAGAI
  • Jumat, 16 Mei 2025 | 21:38 WIB
Wabup Sergai Tekankan Peran Ibu Awasi Generasi Muda
  • Oleh MC KAB SERDANG BEDAGAI
  • Kamis, 1 Mei 2025 | 13:01 WIB
Pemkab Sergai Tegaskan Komitmen Wujudkan Kabupaten Layak Anak 2025