- Oleh Wandi
- Minggu, 16 Maret 2025 | 21:53 WIB
: Menteri Agama Nasaruddin Umar menerima audiensi dari Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Didin Syafruddin di Kantor Pusat Kemenag RI, Jakarta./Foto Istimewa/Humas Kemenag
Jakarta, InfoPublik – Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Didin Syafruddin, mengungkapkan bahwa PPIM UIN Jakarta memiliki berbagai riset yang berfokus pada keterkaitan antara agama dan lingkungan. Pernyataan itu disampaikan Didin dalam audiensi dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar di Kantor Pusat Kementerian Agama RI, Jakarta.
Menurut Didin, hasil survei yang dilakukan PPIM menunjukkan bahwa sikap, pandangan, dan perilaku masyarakat Indonesia terhadap isu agama dan lingkungan masih setengah hati. “Artinya, mereka tidak sepenuhnya peduli terhadap isu lingkungan,” ujar Didin dalam siaran resminya yang diterima InfoPublik, Senin (17/2/2025).
Lebih lanjut, Didin menjelaskan bahwa tingkat kepedulian seseorang terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh faktor demografi, seperti tingkat pendidikan dan latar belakang sosial ekonomi.
“Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kepeduliannya terhadap lingkungan. Demikian pula dengan latar belakang sosial ekonomi yang baik,” jelasnya.
Namun, Didin juga menyoroti temuan menarik lainnya, yaitu adanya pengaruh signifikan dari eksposur seseorang terhadap institusi agama. Berdasarkan riset PPIM, semakin aktif seseorang dalam kegiatan keagamaan, semakin tinggi pula kepeduliannya terhadap isu lingkungan. “Jika seseorang aktif dalam kegiatan keagamaan, kepedulian terhadap lingkungan cenderung meningkat,” ungkapnya.
Selain itu, individu dengan pemahaman keagamaan yang lebih moderat cenderung lebih peduli terhadap lingkungan dibandingkan mereka yang lebih konservatif.
Salah satu tantangan utama yang terungkap dalam survei PPIM adalah bahwa sebanyak 60% umat beragama di Indonesia memiliki pandangan apokaliptik terhadap perubahan lingkungan. “Mereka meyakini bahwa fenomena seperti kenaikan permukaan air laut adalah bagian dari tanda-tanda kiamat, sehingga kurang merasa bertanggung jawab untuk mengambil tindakan dalam menjaga lingkungan,” papar Didin.
Dalam kesempatan tersebut, Didin juga mengundang Menteri Agama untuk hadir dalam konferensi Religious Environmentalism Action yang akan diselenggarakan pada 16-18 Juli 2025 di Depok. Konferensi ini akan menghadirkan akademisi, aktivis, dan praktisi yang memiliki fokus pada isu agama dan lingkungan.
Menanggapi temuan tersebut, Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya membangun kesadaran bahwa agama dan lingkungan adalah dua aspek yang saling berkaitan. “Banyak pegiat lingkungan yang menganggap agama kurang relevan dalam isu ini, sementara banyak orang beragama yang tidak melihat lingkungan sebagai bagian dari ajaran agama mereka. Padahal, agama dan lingkungan seharusnya saling berkaitan,” ujarnya.
Menag juga menegaskan bahwa hasil riset ini harus dimanfaatkan dengan baik agar dapat menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data. “Sayang sekali jika riset-riset ini tidak dimanfaatkan. Ini adalah kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan membangun kebijakan berbasis data,” tambahnya.
Dengan adanya riset dan inisiatif seperti ini, Menag berharap hubungan antara ajaran agama dan kesadaran lingkungan dapat semakin diperkuat, sehingga masyarakat lebih terdorong untuk menjaga kelestarian bumi demi keberlangsungan hidup bersama.