:
Oleh Wahyu Sudoyo, Senin, 27 Juni 2022 | 10:24 WIB - Redaktur: Untung S - 437
Jakarta, InfoPublik – Para orang tua diimbau untuk cermat dalam memilih lembaga pendidikan tepat bagi anaknya, agar pendidikan yang didapatkan tidak menyimpang dari ajaran agama dan terjaga dari paham ekstrimisme
Demikian disampaikan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, dalam keterangannya di laman resmi kemendesa,go.id terkait acara Haflah Paud yayasan Pendidikan Akhirussanah di desa Brodot, Jombang, Jawa Timur pada Senin (27/6/2022).
"Saat ini lembaga pendidikan semakin banyak. Harus kudu hati-hati milih lembaga pendidikan. Jangan salah pilih pendidikan. Jangan sampai menyimpang dari ajaran agama," katanya.
Menteri Abdul Halim mengatakan, orang tua atau wali murid harus benar - benar memahami indentitas sekolah dan karakteristik lembaga pendidikan yang akan dituju.
Dalam hal ini, orang tua diharapkan tidak langsung memutuskan untuk menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan tertentu tanpa menelusuri latar belakangnya terlebih dahulu.
"Para orang tua harus paham tentang apa itu paham ekstrimisme sebenarnya, agar anak kita aman," tegasnya
Lebih lanjut Menteri Abdul Halim menjelaskan, setidaknya ada tiga jalur masuk paham esktrimisme pada lembaga sekolah, Yakni, jalur guru, ekstrakulikuler keagamaan, dan kurikulum atau mata pelajaran.
Sekolah, juga diminta benar-benar mewaspadai ketiga jalur tersebut untuk mengantisipasi jalur penyebaran paham ekstremisme.
Dalam hal ini, guru dinilai memiliki peran penting di sekolah untuk menangkal paham ekstremisme. Disisi lain, guru juga bisa jadi jalur penyebar paham ekstrimisme.
"Guru pendidikan agama Islam juga perlu memberikan pemahaman agar ekstremisme tertolak di benak siswa," tuturnya.
Pada jalur organisasi atau ekstrakurikuler bidang keagamaan, penyebaran paham ekstremisme bisa bermula melalui pola mentoring yang selama ini diterapkan dan bisa dimanfaatkan pihak tertentu yang ingin menanamkan paham ekstremisme.
"Jalur ketiga adalah pendidikan atau kurikulum. Ekstremisme bisa saja ditanamkan lewat mata pelajaran selain agama," pungkasnya.
Foto: Sigit/Humas Kemendes PDTT