Kemendikbudristek Tingkatkan Mutu Pembelajaran melalui Penguatan Nilai Kepemimpinan di Sekolah

:


Oleh G. Suranto, Jumat, 3 Desember 2021 | 20:03 WIB - Redaktur: Wawan Budiyanto - 252


Jakarta, InfoPublik -  Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril mengatakan, seluruh program yang dirancang Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bermuara pada peningkatan mutu siswa melalui penerapan nilai-nilai kepemimpinan yang berlangsung di sekolah.

“Semua program yang ada di Kemendikbudristek bertujuan pada tiga hal, yaitu murid, murid, dan murid. Orientasi ini menggambarkan visi dan keputusan Kemendikbudristek dalam upaya menghasilkan Pelajar Pancasila,” kata Iwan Syahril, seperti dikutip dalam rilis Kemendikbudristek di Jakarta, Jumat (3/12/2021).

Pada Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) ke-16 yang mengusung topik "Bincang Inspiratif bersama Pendidik Inovatif", secara daring pada Kamis (2/12), Iwan menyampaikan, Guru Penggerak berfokus pada pengembangan SDM, utamanya terhadap nilai-nilai kepemimpinan.

“Kalau kita investasi di aspek kepemimpinan maka mereka akan menjadi agen-agen perubahan, sehingga paradigma kepemimpinan di sekolah berubah dari administrasi sekolah beralih ke pembelajaran terhadap murid,” jelas Dirjen GTK.

Made Pujangga, guru SMA Negeri 1 Basarang, Kalimantan Tengah, satu dari 2.400 Guru Penggerak Angkatan ke-1. Ia mengakui bahwa Kemendikbudristek memiliki program yang luar biasa terutama terkait dengan Guru Penggerak. Pada program tersebut, ia dan rekan-rekannya mendapat tiga modul dengan 10 submodul. Dari situ, para peserta belajar merefleksikan konsep Merdeka Belajar.

“Mulai dari diri sendiri hingga melakukan aksi nyata di satuan pendidikan dengan mengutamakan kolaborasi dan koneksi antar materi dan antar sesama guru, serta memberikan kebebasan berpikir dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Program ini betul-betul membuat kita menjadi seorang guru yang tergerak dan menggerakkan,” ungkap Made.

Dirjen GTK melanjutkan, bukan jaminan sekolah yang berada di lokasi yang menantang secara sosial ekonomi adalah sekolah yang mutunya rendah. Padahal itu bukanlah sebuah jaminan.

“Sekolah yang bagus itu bukan terletak pada infrastrukturnya saja yang bagus melainkan juga esensi substansinya juga harus menjadi perhatian yang lebih penting,” jelas dia

“Kita berfokus pada penekanan kepemimpinan yang ada di sekolah tersebut karena sekolah yang bagus kita bisa lihat ada kepala sekolah yang keren-keren,” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ummul Quro, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Anis Shaidah Ulfah bercerita tentang pengalamannya mengikuti seleksi Sekolah Penggerak. Meski ia sempat ragu-ragu, tetapi setelah dijalani ternyata prosesnya sangat transparan, tidak berbelit-belit, dan otentik. Ia merasa sangat bersyukur karena pemerintah juga menaruh perhatian kepada sekolah swasta.

“Justru setelah kami mengikuti sekolah penggerak ini, saya berasa punya navigasi sebagai masinis sekolah, membawa gerbong guru-guru kami, di sekolah kami, lebih terarah apa yang harus kami lakukan ke depan,” kisahnya.

Lebih lanjut, sebagai kepala sekolah Anis terus berupaya mengembangkan potensi peserta didiknya. Melalui program Guru Penggerak dan Sekolah Penggerak dirasakan Anis membuka peluang bagi para guru untuk mencoba hal-hal baru dalam penerapan metode pembelajaran yang inovatif namun tetap berorientasi pada kebutuhan siswa.

“Kami berupaya untuk menciptakan kurikulum yang dapat membantu guru-guru di sekolah menghasilkan pembelajaran yang bermakna,” jelasnya.

Dirjen GTK yakin di berbagai pelosok Indonesia, bertebaran sekolah yang telah mengimplementasikan esensi Sekolah Penggerak yaitu pembelajaran sesuai dengan kompetensi siswanya (teaching at the right level)

Beberapa kesaksian dari para pendidik maupun siswa kata Iwan, menunjukkan bahwa metode belajar dengan membentuk kelompok-kelompok kecil sesuai dengan kemampuan para siswa dapat menjadi solusi yang berdampak positif terhadap kualitas pembelajaran.

“Ada siswa yang mengaku, untuk pertama kalinya ia merasa bukan siswa yang bodoh dan pelajaran yang mereka terima lebih mudah dimengerti sehingga rasa percaya diri dan semangat belajarnya juga meningkat,” ungkap Iwan.

Ciri Guru Penggerak yang ditemui di lapangan yaitu dia adalah seorang pemecah masalah (problem solver). Meski didera banyak tantangan, mereka tidak berkeluh kesah tapi justru mencari jalan keluar di mana pun berada dengan memanfaatkan jejaring komunitas mereka.

“Dalam kelompok tersebut mereka sama-sama belajar tanpa memikirkan senioritas atau jenjang maupun latar belakang pendidikan dan satuan pendidikan di mana mereka mengajar. Mereka fokus bagaimana memecahkan suatu masalah secara bersama-sama (guyub),” kata Iwan.

Sumarni misalnya, guru SLB 2 Makassar, Sulawesi Selatan, berpikir bagaimana melaksanakan pembelajaran dengan baik dalam keadaan kondisi pandemi COVID-19. Ia membuat rancangan pembelajaran dalam pembelajaran berdasarkan hasil asesmen dari siswa.

“Saya berpikir pada saat itu bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran, saya harus berinisiatif membuatkan video pembelajaran supaya tujuannya tercapai. Sehingga pada saat itu saya membuat video pembelajaran sesuai dengan apa yang ada pada tujuan pembelajaran saya dan apa yang ada pada langkah-langkah pembelajaran saya,” ucap Sumarni.

(Sumber Foto: Kemendikbudristek)

Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber InfoPublik.id.