:
Oleh Astra Desita, Senin, 23 Mei 2016 | 16:55 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 267
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui Direktorat Sejarah, akan kembali menggelar Konferensi Nasional Sejarah (KNS) ke-10 yang akan diselenggarakan di Jakarta, 7-10 November 2016.
Direncanakan Presiden RI Joko Widodo akan membukan KNS tersebut. "Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah" merupakan tema yang akan diusung di tahun ini. “Pemilihan tema ini tentu telah memiliki beberapa proses pemikiran yang cukup panjang, salah satu alasannya ialah karena sejarah membuktikan bahwa negara yang menguasai laut adalah bangsa yang maju dan sejahtera. Sementara itu, diketahui bahwa dua pertiga wilayah Indonesia merupakan laut,” tutur Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid pada jumpa pers di Gedung Kemendikbud Jakarta, Senin (23/5).
Menurut Filmar hingga saat ini sudah terdaftar 232 peserta (40 pemakalah undangan, 60 pemakalah seleksi, 100 peserta minat dan 32 stakeholder) dari seluruh Indonesia, dan juga dari Persatuan Sejarah Malaysia dan Philippines Historian Association.
KNS, kata dia adalah forum berkumpulnya pra sejarawan untuk membahas berbagai aspek kesejarahan. Sedangkan tujuan dari KNS, adalah sebagai upaya untuk melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap penulisan sejarah nasional baik dalam kaitannya dengan pembangunan karakter bangsa maupun dalam pengembangan ilmu sejarah itu sendiri, untuk mencermatai perkembangan pengajaran sejarah, menghasilkan penulisan sejarah nasional mutakhir dan memproyeksikan arah penulisan sejarah nasional terutama teori, metodologi, dan teori-teori yang baru.
Alasan itu menurut Filmar, diperkuat dengan penjelasan akan pentingnya memberikan perhatian besar terhadap laut, karena tidak hanya masalah geopolitik yang diperebutkan negara-negara adikuasa, melainkan juga karena persoalan keterabaian dalam memperoleh sentuhan pembangunan dan kajian akademik, khususnya di bidang sejarah.
Filmar mengatakan, KNS merupakan konferensi ilmiah sebagai suatu ruang dan kesempatan para ilmuwan meninjau dan membahas state of the arts. Makalah-makalah yang dipresentasikan oleh para sejarawan, yang berdatangan dari berbagai daerah di tanah air, bukan saja merupakan usaha untuk menyelami aspek dan dimensi sejarah yang telah masuk dalam perbendaharan pengetahuan sejarah, tetapi juga menyelusuri wilayah kesejarahan yang belum begitu terjamah.
"KSN ini di satu sisi menghasilkan penulisan sejarah nasional mutakhir, dan di sisi lain memproyeksikan arah penulisan sejarah nasional, baik dari segi teori maupun tema baru masa mendatang untuk dikerjakan," katanya.
Filmar berharap dalam konferensi ini dapat memberikan kontribusi terutama terhadap pemahaman tentang kemaritiman dalam perspektif ke depan, dan mendorong serta memperkuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kelautan.
Sementara itu dari Masyarakat Sejarah Indonesia, Anhar Gonggong mengatakan, selama ini masyarakat Indonesia telah lama dibohongi. Contohnya dalam lagu ada judul "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" tapi dalam kenyataannya pemerintah selama ini meninggalkan laut. "Kearifan sejarah mengajarkan bahwa negara yang menguasai laut adalah bangsa yang maju dan sejahtera," tuturnya.
Sementara itu Susanto Zuhdi dari Lemhanas menegaskan selama ini pantai laut selatan tidak pernah disentuh pemerintah, padahal pantai laut selatan istilahnya tempat keluarnya kapal, sedangkan pantai utara adalah tempat masuknya pelayaran kapal dari dalam dan luar negeri. "Jadi sekarang ini pantai laut selatan harus mendapat perhatian yang lebih," pungkasnya.