: Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (tengah) didampingi Kepala Bidang Hubungan Media Dan Kehumasan Pusat Penerangan Hukum Kejagung Agus Kurniawan (kanan) dan Kepala Sub Bidang Kehumasan Bidang Hubungan Media dan Kehumasan Pusat Penerangan Hukum Kejagung Andrie Setiawan (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait kasus dugaan pembunuhan Dini Sera Afrianti di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (9/8/2024). Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk memantau terus keberadaan Gregorius Ronald Tannur agar tak kabur ke luar negeri. ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.
Oleh Eko Budiono, Jumat, 14 Maret 2025 | 10:10 WIB - Redaktur: Untung S - 521
Jakarta, InfoPublik – Pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang mengatur keberadaan personel aktif TNI di Kejaksaan Agung (Kejagung) akan memperkuat legalitas unsur militer di mata hukum.
Selama ini, kehadiran personel TNI di Kejagung hanya didasarkan pada peraturan presiden.
"Penempatan personel TNI di Kejaksaan Agung tidak lagi sekadar didasarkan pada peraturan presiden tentang struktur organisasi dan tata kerja Kejagung, tetapi juga memiliki landasan hukum yang jelas dalam UU TNI," kata Fahmi melalui keterangan resmi, Rabu (12/3/2025).
Fahmi menjelaskan bahwa unsur TNI yang selama ini sudah ada di dalam tubuh Kejaksaan Agung adalah Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Jampidmil bertugas menangani perkara pidana militer dan kasus koneksitas yang melibatkan unsur sipil dan militer. Hal ini selaras dengan konsep single prosecution, di mana semua perkara pidana, termasuk yang melibatkan prajurit TNI, tetap berada di bawah koordinasi Kejaksaan.
Dengan adanya revisi UU TNI, koordinasi antara TNI dan Kejaksaan Agung diharapkan semakin kuat, terutama dalam menangani kasus yang melibatkan anggota militer dan sipil. "Keberadaan personel TNI di Kejagung secara sah akan memperkuat penegakan hukum," ujar Fahmi.
Kualitas SDM TNI di Bidang Hukum
Fahmi juga menilai bahwa TNI telah memiliki personel berkualitas di bidang hukum, seperti korps hukum dan oditur yang selama ini menangani kasus di lingkungan TNI. "Mereka memiliki kompetensi untuk melakukan penyidikan, penuntutan, bahkan menjadi hakim peradilan militer di lingkungan Mahkamah Agung," jelasnya.
Karenanya, Fahmi yakin bahwa masuknya personel TNI ke Kejaksaan Agung akan memperkuat lembaga tersebut dalam menegakkan hukum.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyebutkan bahwa terdapat 15 kementerian/lembaga yang dapat dijabat oleh prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Hal ini disampaikannya dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI yang membahas revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Selasa (11/3).
Adapun 15 kementerian/lembaga tersebut adalah:
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
Pertahanan Negara
Sekretaris Militer Presiden
Intelijen Negara
Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
SAR Nasional
Narkotika Nasional
Kelautan dan Perikanan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Keamanan Laut
Kejaksaan Agung
Mahkamah Agung
Sjafrie menambahkan bahwa terdapat penambahan 5 jabatan sipil yang dapat dijabat prajurit TNI, yaitu Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung. Sementara itu, Pasal 47 ayat 2 UU TNI yang berlaku saat ini hanya mencantumkan 10 kementerian/lembaga yang dapat dijabat oleh personel aktif TNI.
Revisi UU TNI ini diharapkan memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi personel aktif TNI untuk menduduki jabatan strategis di berbagai kementerian dan lembaga. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan efektivitas penegakan hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan unsur militer dan sipil.