Anggaran Dana Desa Rawan Pengelolaan yang tidak Baik

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Kamis, 26 Januari 2023 | 06:56 WIB - Redaktur: Untung S - 415


Jakarta, InfoPublik - Upaya pemerintah dalam membangun desa tentunya tidak pernah main-main. Hal itu dapat dilihat dari kucuran Dana Desa dari 2015 hingga 2022 nilainya mencapai Rp468,9 triliun. Sementara pada 2023 Pagu Anggaran Dana Desa adalah Rp70 triliun yang akan dialokasikan kepada 74.854 desa di 34 kabupaten/kota.

Namun setelah ditelaah, besarnya Dana Desa selama ini belum dikelola dengan baik dan menjadi sumber pemicu korupsi di desa. Ketidakprofesionalan pengelolaan dana tersebut berasal dari minimnya pengetahuan dari kepala desa dan aparat desa untuk mengkonversi Dana Desa menjadi program atau kegiatan yang dapat menyejahterakan masyarakat.

Ketidakefektifan pengelolaan dana desa juga dapat terlihat dari angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada 2020 masyarakat miskin Indonesia tercatat 13,2 persen, 2021 sebesar 12,59 persen, dan 2022 sebesar 12,2 persen, masih jauh dari target nasional yakni 8,5-9 persen.

“Artinya pengelolaan anggaran, sistem pemerintahan desa masih ada korupsi. Sebuah survei mencatat desa menempati peringkat ketiga dalam hal kerawanan dan banyaknya tindak pidana korupsi,” ujar Kumbul Kusdwijanto Sudjadi, Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu (25/1/2023).

Pada akhirnya, karut-marut ini mendorong KPK untuk turun dan mengurai beragam persoalan yang ada di desa. Salah satu caranya dengan menjalankan program Desa Antikorupsi yang memiliki tujuan membangun integritas dan nilai antikorupsi pada pemerintah dan masyarakat desa. Juga memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator dalam buku panduan desa antikorupsi, dan memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah korupsi dan memberantas korupsi.

Pada 2023, KPK berencana melanjutkan program Desa Antikorupsi di 22 provinsi. Yaitu Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Sulawesi Utara, Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepuluan Riau, Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara juga menjadi area yang akan disasar. Untuk menjadi Desa Antikorupsi, diperlukan pembuktian dan pemenuhan syarat sekaligus penilaian menggunakan indikator yang telah ditetapkan.

Adapun komponen dan indikator penilaian untuk menjadi Desa Antikorupsi meliputi: area penilaian penguatan tata laksana, area penguatan pengawasan, area penguatan kualitas pelayanan publik, area penguatan partisipasi masyarakat dan area kearifan lokal.

Penilaian ini akan dilakukan oleh KPK, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Keuangan, Inspektorat Daerah baik dari tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota serta pihak independen lainnya.

Selanjutnya dilakukan penilaian mandiri indikator Desa AntiKorupsi, yang bertujuan untuk mempermudah KPK dalam melakukan pembaruan dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan desa dan aparatur pemerintahan desa. Penilaian indikator akan menggunakan metodologi dengan teknik “Criteria Referrenced Test”, melalui pendekatan setiap indikator sesuai kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kumbul menjelaskan, kepala desa diminta untuk melakukan evaluasi mandiri melalui survei yang telah ditetapkan. Hasil penilaian mandiri tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan secara langsung berkenaan dengan validasi data-data serta fakta di lapangan.

Desa yang terpilih sebagai Desa Antikorupsi tentunya akan menjadi role model yang menginspirasi desa lainnya di Indonesia dalam rangka penyelenggaraan tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih. Bagi Pemerintah Daerah, tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri jika sebuah desa di daerahnya dikukuhkan sebagai Desa Antikorupsi.

Di sisi lain, bagi Desa Antikorupsi yang terpilih bisa dipastikan telah memiliki kriteria-kriteria yang sesuai dalam konteks tata laksana pemerintahan desa yang berintegritas, dan adanya pemahaman serta peran serta masyarakat desanya dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi.

“Kalau Kepala Desa sudah memiliki pengalaman dan pengetahuan bagaimana tata kelola yang baik, sistem pengawasan yang baik, pelayanan publik yang baik dia akan pecaya diri untuk membawa desanya ke arah yang baik,” pungkas Kumbul.

Foto: Dok KPK