:
Oleh Eko Budiono, Kamis, 8 Desember 2022 | 21:39 WIB - - 765
Jakarta, InfoPublik - Juru Bicara Tim Sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries, menyatakan tidak benar jika dikatakan KUHP Indonesia tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Penyebabnya, politik hukum yang terkandung dalam KUHP adalah bertujuan untuk menghormati dan menjunjung tinggi HAM berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 (konstitusi).
"Kami tentu menghormati concern Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap isu-isu terkait masalah kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, dan jurnalisme. Atas dasar itulah, KUHP mengatur semuanya itu dengan memperhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia dan juga kewajiban asasi manusia," kata Albert melalui keterangan tertulisnya, Kamis (8/12/2022).
Albert menegaskan KUHP sama sekali tidak mendiskriminasi perempuan, anak, dan kelompok minoritas lainnya, serta pers
"Seluruh ketentuan terkait berasal dari KUHP sebelumnya yang sudah sedapat mungkin disesuaikan dengan misi dekolonisasi, demokratisasi, dan modernisasi yang diusung oleh KUHP," urainya.
Salah satu contohnya adalah diadopsinya ketentuan pasal 6 huruf d UU No 40 tahun 1999 tentang Pers ke dalam penjelasan pasal 218 KUHP, sehingga penyampaian kritik tidak dipidana, sebab merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Menurut Albert, tidak tepat juga apabila dikatakan KUHP melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut kepercayaan minoritas.
"Pengaturan tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan dalam KUHP justru telah direformulasi dengan memperhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), sebagaimana masukan masyarakat sipil," katanya.
Selain itu, dalam penyusunan KUHP, partisipasi bermakna dalam pemenuhan hak masyarakat sipil untuk dapat didengar, dijelaskan dan dipertimbangkan masukannya sudah semaksimal mungkin diberikan.
"Keputusan untuk mengesahkan KUHP yang telah diinisiasi pembaruannya sejak tahun 1963 bukan lagi karena target waktu, melainkan karena kebutuhan pembaruan hukum pidana dan sistem pemidanaan modern," katanya.
Menurut Albert, sebagai negara hukum yang berdaulat, Indonesia akan senantiasa menghormati dan mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil yang konon kabarnya sudah bertemu dengan utusan PBB di Eropa.
Albert menambahkan, untuk menghormati prinsip-prinsip hukum umum yang berlaku universal, KUHP bahkan telah mengadopsi substansi dari the Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950).
"KUHP juga mengadopsi the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984," katanya.
Sebelumnya, DPR RI telah mengesahkan RKUHP menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat parpipurna di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Pengesahan RKUHP oleh DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (6/12/2022).Foto: TV Parlemen