Pakar Hukum: Dua Hal Menjadi Kekhawatiran Pers di RKUHP

:


Oleh Eko Budiono, Jumat, 2 September 2022 | 18:27 WIB - Redaktur: Untung S - 293


Jakarta, InfoPublik - Pembatasan kebebasan pers dan penyebaran berita menjadi dua hal yang dikhawatirkan oleh pers dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Edukasi terhadap semua pemangku kepentingan  masih diperlukan untuk menghindari multitfasir RKUHP.

Hal tersebut disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia (UI), Profesor Indriyanto Seno Adji, dalam Focus  Group Discussion (FGD) oleh FMB 9, dengan tema Menakar RKUHP dengan Kebebasan Pers, pada Jumat (2/9/2022).

Jika ada kesalahan informasi dalam pemberitaan dapat diselesaikan di Dewan Pers dan tidak perlu dibawa ke ranah pidana,” kata Prof Indriyanto.

Menurutnya, terdapat sejumlah pasal krusial dalam RKUHP seperti Pasal 240 dan 241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah, Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

“Perlu penjelasan terkait penghinaan agar di tingkatan implementasi di lapangan  tidak disalahgunakan,” kata Prof. Indriyanto.

Pasal krusial lain, kata Prof. Indriyanto, terkait Pasal 302-304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan.

“Pasal-pasal krusial tersebut menjadi momok sehingga perlu masukan dari masyarakat,” katanya.

Prof. Indriyanto menambahkan, wartawan  memiliki hak untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan, seperti diatur dalam UU Nomor 40/1999 tentang Pers.

Sebelumnya, dua pasal dinilai mengancam kebebasan pers yakni: Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong

Pasal 263 mengancam pidana penjara hingga enam tahun bagi siapapun yang terbukti secara sengaja menyebarkan berita bohong dan mengakibatkan kerusuhan di tengah masyarkat.

Sedangkan, Pasal 264 memberi ancaman pidana hingga dua tahun bagi siapapun yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga menyebabkan kerusuhan di tengah masyarakat.

Foto: Youtube/Sekretariat Presiden