Kemenkumham: Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022 Tidak Hilangkan Syarat Khusus Hak Narapidana

:


Oleh Eko Budiono, Minggu, 30 Januari 2022 | 08:08 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 10K


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan, Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 7 Tahun 2022 tidak menghilangkan syarat-syarat khusus pemberian hak narapidana sesuai dengan PP 99 Tahun 2012.

Hal itu disampaikan Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, melalui keterangan tertulis, Sabtu (29/1/2022).

"Misalnya, pemberian hak bagi narapidana terorisme tetap mensyaratkan harus telah menyatakan ikrar kesetiaan kepada Republik Indonesia serta telah mengikuti dengan baik program deradikalisasi," kata Rika Aprianti.

Rika menyampaikan hal itu setelah terbitnya Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022, sebagai perubahan kedua atas Permenkumham Nomor 3 Tahun 2018 tindak lanjut putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 28 P/HUM/2021.

Dalam Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022, kata Rika, mensyaratkan untuk membayar lunas denda dan uang pengganti bagi narapidana kasus korupsi guna mendapatkan hak remisi maupun integrasi, yakni cuti menjelang bebas, cuti bersyarat, dan pembebasan bersyarat.

Dalam pembahasan penyusunan dan penyelarasan perubahan Permenkumham tersebut kementerian/lembaga terkait menyetujui dan mendukung rancangan perubahan dengan beberapa pengetatan untuk tindak pidana tertentu.

Pidana tertentu yang dimaksud merupakan jenis tindak pidana luar biasa, namun dengan tetap memperhatikan bahwa pengetatan tidak boleh membatasi hak-hak narapidana.

Penghilangan syarat "justice collabolator" dalam putusan MA menjadikan hal tersebut syarat pemberian hak, namun sebagai "reward" sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Justice collaborator adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

Selanjutnya, reformulasi remisi alasan kemanusiaan diberikan berdasarkan atas satu kategori dan pengaturan kembali tentang remisi tambahan.

Rika menambahkan reformulasi dilakukan terhadap usulan remisi yang terlambat, karena syarat dan dokumen belum terpenuhi pada periode penyerahan remisi.

Baik umum atau khusus keagamaan dengan menyisipkan Pasal 27A serta besaran remisi pertama sejak diusulkan sesuai Pasal 4 Kepres 174 Tahun 1999.

Rinciannya, remisi satu bulan bagi narapidana yang telah menjalani pidana enam sampai dengan 12 bulan, dan dua bulan bagi narapidana yang telah menjalani pidana 12 bulan atau lebih.

Permenkumham yang baru diterbitkan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai regulasi yang mengatur pemenuhan hak warga binaan pascadikabulkanya sebagian gugatan atas beberapa pasal yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 99 Tahun 2012 melalui putusan MA Nomor 28 P/HUM/2021.

(Foto: ANTARA)