Kemendagri Batalkan Mutasi Bupati Jember

:


Oleh Eko Budiono, Minggu, 13 September 2020 | 18:01 WIB - Redaktur: Isma - 762


Jakarta, InfoPublik - Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik, menolak permohonan mutasi yang diajukan Bupati Jember, Jawa Timur, dr Faida.

Mutasi yang dilakukan Faida terhadap 611 pejabat di bawahnya itu dianulir oleh Kemendagri, karena hingga saat ini belum melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan khusus oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemendagri.

Penolakan itu dituangkan oleh Akmal melalui surat yang dikirim kepada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dengan tembusan kepada Mendagri Tito Karnavian, Bupati Jember dan Ketua DPRD Jember.

"Tembusannya sudah kita terima. Mutasi yang dilakukan bupati pada Januari 2020 kemarin, dianulir oleh Dirjen Otda karena bupati belum menjalankan sama sekali hasil rekomendasi Mendagri tentang Pemeriksaan Khusus. Mutasi bermasalah karena tidak sesuai dengan KSOTK (Kedudukan dan Susunan Organisasi Tata Kerja)," kata Ahmad Halim, Wakil Ketua DPRD Jember melalui keterangannya, Minggu (13/9/2020).

Rekomendasi yang dimaksud adalah instruksi Mendagri agar Bupati Faida mencabut puluhan perbup dan SK mutasi yang bermasalah. Instruksi itu sebenarnya sudah sejak lama dikirimkan oleh Mendagri kepada bupati Jember yakni sejak 11 November 2019.

Isinya meminta agar ada perbaikan struktur birokrasi di Pemkab Jember agar sesuai pedoman yang ditetapkan pemerintah pusat. Namun, instruksi itu tidak dijalankan oleh Bupati Jember tanpa alasan yang jelas.

Dalam surat tertanggal 1 September 2020 itu, Dirjen Otda Akmal Malik juga menyinggung soal surat Mendagri tertanggal 15 Juli 2020 tentang Tindaklanjut Permasalahan di Jember.

Antara lain adalah perintah kepada Gubernur Jatim untuk memberi sanksi kepada pihak yang bersalah karena menghambat pembahasan RAPBD Jember 2020. Juga perintah kepada Pemprov Jatim dan DPRD Jember agar lebih tegas dalam mengawasi pelanggaran sistem merit di birokrasi Pemkab Jember.

Hanya selang sehari setelah surat Dirjen Otda itu, Gubernur Jatim mengeluarkan Surat Keputusan yang menghukum Faida tidak menerima gaji, tunjangan, honorarium dan hak keuangan lain selama 6 bulan ke depan pada (2/9).

Sanksi dijatuhkan karena bupati Faida terbukti sebagai pihak yang menghambat pembahasan RAPBD Jember 2020. Akibatnya hingga saat ini, Jember menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang anggarannya ditetapkan secara sepihak oleh bupati.

Selain itu, Mendagri meminta kepada Gubernur Jatim untuk memerintahkan secara tertulis Bupati Jember agar mencabut 15 putusan bupati tentang mutasi pegawai dan 30 Peraturan Bupati tentang KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja) di lingkungan Pemkab Jember. Perintah ini membawa konsekuensi legalitas atas ratusan jabatan hasil mutasi selama ini.

Rekomendasi dari Mendagri itu dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan khusus oleh Kemendagri bersama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pemeriksaan khusus ini dilakukan setelah salah seorang mantan kepala dinas di Jember secara khusus dan rahasia melapor ke Kemendagri perihal dugaan adanya ratusan mutasi PNS di Jember yang disinyalir cacat prosedur.

Namun, teguran dari Mendagri ini tidak langsung ditindaklanjuti oleh Bupati Faida. Buntutnya, DPRD enggan membahas RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Jember tahun 2020, sehingga pembahasannya menjadi molor.

Buntut lain dari kisruh mutasi dan struktur pemerintahan ini, Jember menjadi satu-satunya daerah di Jawa Timur yang tidak mendapatkan kuota penerimaan CPNS pada akhir 2019 ini. Sanksi ini dijatuhkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) karena susunan birokrasi di Pemkab Jember tidak sesuai pakem dari pusat. Konsekuensi lainnya, ratusan ASN di Jember juga terhambat kenaikan pangkatnya.

Rentetan permasalahan ini kemudian membuat DPRD Jember sepakat secara aklamasi menggulirkan hak interpelasi atau hak bertanya kepada bupati pada pertengahan Desember 2019 lalu. Namun hak bertanya itu tidak ditanggapi. Justru dalam salah satu wawancara di sebuah stasiun televisi swasta, Bupati Faida memberikan pernyataan yang dianggap meremehkan parlemen.

Hak interpelasi diabaikan oleh bupati, DPRD Jember akhirnya menggulirkan Hak Angket atau Hak Penyelidikan. Dari proses angket yang berjalan selama 2 bulan itu, DPRD Jember menemukan sejumlah dugaan pelanggaran oleh bupati.

DPRD Jember menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) yang berujung pemakzulan atau pemberhentian bupati.

(Foto: Kemendagri)