Ekonom: Batalnya Investasi LG EV, Sinyal Kuat untuk Perbaikan Iklim Investasi Indonesia

: Petugas membantu pengisian ulang mobil listrik milik pemudik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Rest Area Dewantara 282 B, Tegal, Jawa Tengah, Jumat (28/3/2025). PT PLN (Persero) dan Pejagan Pemalang Tol Road (PPTR) telah menyediakan SPKLU dengan daya pengisian cepat selama 30 menit guna memudahkan pengguna mobil listrik yang melakukan perjalanan mudik di ruas jalan tol. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/agr


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 23 April 2025 | 15:17 WIB - Redaktur: Untung S - 277


Jakarta, InfoPublik — Mundurnya investasi LG dalam industri kendaraan listrik (EV) di Indonesia menuai perhatian publik. Menurut pengamat ekonomi politik Iwan Nurdin, kegagalan ini mencerminkan respons investor terhadap dinamika global, khususnya kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump.

“Kebijakan tarif komponen otomotif untuk produk yang akan diekspor ke AS jelas membuat investor berpikir ulang. Maka, Indonesia pun perlu menyesuaikan dengan memperkenalkan insentif sebagai respons atas kondisi tersebut,” ujar Iwan, saat dihubungi tim InfoPublik, Rabu (23/4/2025).

Ia menambahkan, persoalannya tidak berhenti di situ. Langkah hilirisasi nikel dan bauksit yang selama ini digadang-gadang sebagai magnet utama bagi industri EV ternyata belum cukup kuat menarik minat investasi jangka panjang. Padahal, kedua komoditas ini merupakan bahan baku utama baterai kendaraan listrik.

Dalam situasi perdagangan internasional yang penuh ketidakpastian, Iwan menilai bahwa Indonesia perlu melakukan mitigasi khusus agar investor tetap tertarik. “Aspek seperti perpajakan, ketenagakerjaan, pertanahan, infrastruktur, dan perizinan harus dibenahi dan disesuaikan untuk menarik serta mempertahankan investor,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya menyiapkan ekosistem yang lebih ramah dan terfokus bagi industri strategis nasional seperti EV. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi dampak dari dinamika geopolitik dan menjaga keberlanjutan investasi yang sudah ada.

Yang tak kalah penting, pemerintah juga harus sigap mencegah munculnya persepsi negatif, termasuk tudingan diskriminasi terhadap pelaku industri baterai EV dari negara lain, seperti China, yang saat ini tengah gencar menanamkan modal di Indonesia.

“Kegagalan LG ini seharusnya menjadi cermin, bukan sekadar kabar buruk. Ada banyak yang bisa dibenahi jika kita ingin menjadi pusat industri EV dunia,” pungkas Iwan.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Eko Budiono
  • Kamis, 17 April 2025 | 11:24 WIB
RI-AS Perkuat Kemitraan Strategis
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 11 April 2025 | 14:40 WIB
APINDO Dukung Relaksasi Impor, Tapi Harus Tetap Utamakan Industri Lokal
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Jumat, 11 April 2025 | 14:31 WIB
APINDO: Penghapusan Kuota Impor, Jadi Peluang Tingkatkan Daya Saing Nasional
  • Oleh Eko Budiono
  • Jumat, 11 April 2025 | 07:34 WIB
RI sudah Ajukan Pertemuan Bilateral Prabowo dengan Trump
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Kamis, 10 April 2025 | 15:45 WIB
Trump Tunda Tarif Resiprokal AS, Saatnya Indonesia Perkuat Posisi di Pasar Global
  • Oleh Eko Budiono
  • Kamis, 10 April 2025 | 10:57 WIB
Menaker Siap Tindak Lanjuti Arahan Presiden soal Satgas PHK
  • Oleh Eko Budiono
  • Rabu, 9 April 2025 | 17:33 WIB
Tarif Resiprokal AS Jadi Momentum Reformasi Regulasi