- Oleh MC PROV GORONTALO
- Jumat, 23 Mei 2025 | 14:12 WIB
: Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli/Foto : Biro Humas Kemnaker
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Jumat, 29 November 2024 | 13:18 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 282
Jakarta, InfoPublik – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengajak Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI), International Labour Organization (ILO), pemerintah daerah, serta mitra riset untuk berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia.
Ajakan tersebut disampaikan saat membuka secara virtual Comprehensive International Ergonomic Seminar yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/11/2024).
Yassierli menjelaskan bahwa peran praktisi ergonomi sangat strategis dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sekaligus mampu mendorong produktivitas dan efisiensi. Ia menekankan bahwa ergonomi tidak hanya berkutat pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) atau pencegahan kecelakaan kerja, tetapi juga harus mampu meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing tenaga kerja di Indonesia.
“Ergonomi harus dilihat lebih luas, bukan hanya untuk mencegah kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, tetapi juga bagaimana meningkatkan kinerja individu dan sektor industri secara makro,” kata Yassierli dalam keterangan pers yang diterima InfoPublik pada Jumat (29/11/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Menaker juga menyoroti pentingnya riset yang berorientasi pada isu-isu ketenagakerjaan skala makro.
Ia mengungkapkan bahwa masalah seperti rendahnya tingkat pendidikan dan produktivitas tenaga kerja, serta dominasi sektor informal, memerlukan intervensi yang lebih komprehensif.
“Jika kita terus fokus pada masalah mikro, intervensi yang kita lakukan tidak akan signifikan pada level makro. Desain K3 yang aman di satu perusahaan tidak akan cukup jika tidak ada strategi besar untuk meningkatkan produktivitas secara nasional,” tegasnya.
Selama menjabat Ketua Umum PEI periode 2015–2021, Yassierli kerap menekankan pentingnya riset ergonomi yang tidak hanya menghasilkan publikasi akademis, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi dunia ketenagakerjaan. Ia mengakui bahwa masih ada kelemahan dalam riset-riset yang bersifat makro, yang membuat peran PEI belum optimal.
“Saya sadar riset kita masih lemah di aspek makro. Ini mengakibatkan dampak yang kita berikan belum signifikan. Oleh karena itu, saya minta PEI membentuk tim khusus untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.
Menaker juga menyatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) siap mendukung PEI, termasuk dalam hal anggaran dan penyediaan rekanan, guna menyelesaikan persoalan terkait produktivitas tenaga kerja.
Sementara itu, Ketua Umum PEI, Johanna Renny Oktaviani menyambut baik kolaborasi tersebut dan menegaskan bahwa PEI dan Kemnaker memiliki visi yang sama untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ergonomis.
“Seminar ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan komunitas ergonomi yang visioner, inklusif, dan berbasis pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Selain itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja (Binwasnaker) & Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kemnaker, Fahrurozi, menyampaikan bahwa seminar diikuti oleh 150 peserta yang terdiri dari penguji dan pengawas K3, praktisi K3 dari berbagai sektor, serta akademisi. Seminar ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat sinergi lintas sektor untuk menghadapi tantangan ketenagakerjaan Indonesia.