Januari-Juli 2022, Realisasi Batu Bara untuk Kelistrikan Capai 72,9 Juta Ton

:


Oleh Eko Budiono, Kamis, 11 Agustus 2022 | 12:32 WIB - Redaktur: Untung S - 169


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat angka realisasi batu bara sektor kelistrikan mencapai 72,9 juta ton terhitung sejak Januari sampai Juli 2022.

"Pada 2022, rencana volume kontrak batu bara kelistrikan sebesar 144,1 juta ton dengan volume alokasi 112,5 juta ton. Realisasi pemenuhan batu bara untuk kelistrikan adalah sebesar 72,9 juta ton hingga Juli 2022," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/8/2022).

Menteri Arifin menyatakan, kebutuhan non-kelistrikan dipatok sebesar 69,9 juta ton sepanjang tahun ini dengan realisasi pemenuhan sebanyak 30,94 juta ton sampai Juli 2022.

Menurutnya, total kebutuhan batu bara untuk industri nasional tahun ini adalah sebanyak 188,9 juta ton.

Sementara untuk 2023 sebesar 195,9 juta ton, tahun 2024 tembus di angka 209,9 juta ton, dan 2025 sebesar 197,9 juta ton.

Hingga 2025, sektor listrik atau PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih menjadi yang terbesar sebagai pengguna batu bara dalam negeri, dengan masing-masing kebutuhan 2022 sebesar 119 juta ton 2023 sebesar 126 juta ton, tahun 2024 sebesar 140 juta ton, dan 2025 mencapai 128 juta ton.

Menteri Arifin mengungkapkan serapan batu bara mengalami lonjakan signifikan untuk kebutuhan dua sektor tersebut dari 2015 hingga 2021.

"Konsumsi listrik batu bara untuk kelistrikan mengalami kenaikan 60 persen, sementara non-kelistrikan mengalami kenaikan 52 persen," ujarnya.

Saat ini pemerintah telah mengatur kewajiban DMO atau mengutamakan industri dalam negeri bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara untuk menjaga pasokan batu bara di dalam negeri.

Pertama, kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan kebijakan nasional pengutamaan mineral atau batu bara untuk kepentingan di dalam negeri.

Kemudian, kebijakan kedua tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional yang mengamanatkan prioritas batu bara sebagai sumber energi sebagai jaminan pasokan batu bara untuk dalam negeri.

Selanjutnya di Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batu bara yang mengutamakan kebutuhan batu bara dalam negeri ekspor bisa dilakukan setelah kebutuhan di dalam negeri terpenuhi.

Ada pula Peraturan Menteri ESDM yang mengamanatkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin IUPK wajib mengutamakan pemenuhan batu bara di dalam negeri.

Kemudian, bagi pemegang IUP dan IUPK yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif.

Pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021 yang mewajibkan IUP, IUPK, dan PKP2B memenuhi DMO 25 persen dari rencana produksi yang disetujui dan ketentuan harga jual batu bara untuk kelistrikan umum 70 dolar per ton dan pengaturan sanksi pelarangan ekspor denda dan pengenaan dana kompensasi.

Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2022, perusahaan tambang wajib memenuhi DMO minimal 25 persen dari produksi untuk kelistrikan umum dan non kelistrikan umum. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak memenuhi DMO atau kontrak penjualan di dalam negeri dikenakan sanksi larangan ekspor batu bara sampai kewajiban DMO terpenuhi.

"Kami akan terus mencarikan jalan keluar agar kepatuhan DMO itu bisa terpenuhi," pungkasnya.

Foto: ANTARA