Kendalikan Emisi Karbon, SKK Migas Dorong Pengembangan Hukum

:


Oleh Eko Budiono, Kamis, 31 Maret 2022 | 11:17 WIB - Redaktur: Untung S - 441


Jakarta, InfoPublik - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong pengembangan aspek hukum,  serta mekanisme implementasi agar kegiatan eksplorasi dan eksploitasi hulu migas  tetap berkomitmen terhadap pengendalian emisi karbon.

Apalagi  industri hulu migas masih memegang peranan penting bagi ketahanan energi, karena energi dari migas berkontribusi sekitar 40 persen lebih kebutuhan energi nasional dalam bauran energi sampai 2050.

Hal tersebut disampaikan Kepala Divisi Hukum SKK Migas, Didik Sasono Setyadi, melalui  keterangan tertulisnya, Rabu (30/3/2022).

"Melihat masih besarnya kontribusi hulu migas, maka dipandang perlu untuk menyiapkan perangkat hukum agar industri hulu migas tidak hanya fokus terhadap dampak pada lingkungan tetapi juga terhadap peningkatan investasi dan finansial,” kata Didik.

Menurut Didik, program pengendalian emisi karbon tidak dapat dilihat semata-mata dari sudut pandang lingkungan, tetapi juga dari sudut pandang ketahanan dan kemandirian energi, ekonomi, dan tentunya manfaat bagi Indonesia.

Menurutnya, hal tersebut menjadi penting mengingat hulu migas juga memiliki target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030.

“Supaya terjadi keseimbangan antara pengendalian emisi karbon dan pemenuhan target lifting nasional,” terangnya.

Didik berharap agar kegiatan hulu migas dalam mendukung pengendalian emisi karbon dapat tetap memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk Indonesia, ramah investasi, dan mampu menciptakan peluang-peluang investasi baru dengan konsep energi bersih.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya memiliki empat strategi untuk mereduksi emisi karbon dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia.

"Pertama, strategi zero flare. Kalau di ladang-ladang minyak kelihatan ada api, itu kami harus buat menjadi zero," kata Dwi.

Flare adalah gas yang dihasilkan oleh kegiatan eksplorasi dan produksi migas yang dibakar secara kontinyu maupun yang tidak kontinyu karena tidak dapat ditangani oleh fasilitas produksi atau pengolahan yang tersedia, atau belum bisa terjual secara ekonomis.

SKK Migas telah menyampaikan kepada para pengelola lapangan migas untuk menghentikan pemanfaatan flare karena kegiatan itu melepas emisi ke udara, lalu menggunakannya untuk kegiatan ekonomi dan sosial mulai dari jaringan gas rumah tangga hingga pemanas air.

Saat ini, pemanfaatan flare telah memberikan kontribusi bagi perusahaan migas, seperti Pertamina EP yang dapat menghemat biaya bahan bakar sebesar 66,8 persen.
 
Sedangkan pemanfaatan flare di Premier Oil dapat menambah 0,65 MMSCFD penjualan gas.

Strategi kedua adalah pengurangan emisi melalui teknologi enhanced oil recovery (EOR) dengan melakukan injeksi karbon dioksida pada lapangan migas.

"Kalau kita ambil gas bumi seringkali gas itu mengandung karbon dioksida. Kalau dulu gas itu dilepas, nanti kami akan proses CO2 itu tidak dilepas tapi diinjeksikan ke dalam," ujar Dwi.

Strategi ketiga, SKK Migas akan mendesain tempat penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon yang bernama carbon capture, utilization, and storage (CCUS).

Saat ini, SKK Migas telah menyetujui pembangunan CCUS dalam proyek gas alam cair BP Tangguh di Papua, Abadi Masela di Maluku, dan Exxonmobil Cepu di Jawa Timur.

Dwi mengungkapkan bahwa proyek pembangunan CCUS akan meningkatkan jumlah investasi di hulu migas.

Strategi keempat dilakukan melalui penghijauan daerah aliran sungai hingga hutan kota.
 
SKK Migas berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk merehabilitasi daerah aliran sungai seluas 9.441 hektare pada tahun ini.

Foto: ANTARA