Bertahan di Tengah Pandemi

:


Oleh Taofiq Rauf, Rabu, 3 Februari 2021 | 17:00 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 717


Jakarta, GPRNEWS - Empat tahun lalu, di sebuah rumah kontrakan di Keputih, Surabaya, Rizky Amaliyah (35 tahun) memulai usaha daring. Ia mengawali bisnis sebagai dropshiper.

Eli, sapaan akrabnya, tidak menyetok barang. Ia hanya mempromosikan produk yang dijual ke pembeli. Produk itu nanti akan dikirim langsung oleh pihak pertama ke konsumen atas namanya.

Saat itu, ia memilih jilbab dan pakaian wanita melihat potensinya yang cukup baik. Eli memasarkan lewat Facebook. Awal mula, atensinya lumayan positif. Banyak konsumen yang tertarik untuk membeli.

Namun perlahan, pembeli semakin dikit. Ia pun bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi? Ibu tiga anak itu lantas mencoba melihat langsung barang yang dijualnya dengan sistem dropship. Ternyata setelah ia dicek bahan yang dipakai kurang bagus. Ia pun menghentikan bisnis dropship-nya tersebut.

Adaptasi pola baru

Eli lalu beralih dengan membuka toko online langsung. Pertama kali ia membuka di Lazada dengan menjual banyak macam produk. Dari mulai sembako, jilbab, hingga kosmetik. Berdua dengan suami, Eli bergantian dalam melakukan promosi dan memantau pembelian di online.

"Kalau di online itu harus cepat responnya, karena persaingan ketat," cerita Eli ketika berbincang dengan majalah GPR, Senin (11/1).

Dalam perjalanan bisnis banyak rintangan yang mesti dihadapi. Dari mulai kondisi barang yang tak sempurna saat pengiriman, hingga komentar dari pelanggan atau mereka mengaku sebagai pembeli yang kurang menyenangkan. Namun hal tersebut tak membuat Eli menyerah dan putus asa.

Eli terus membangun bisnis daringnya dan kini sudah memiliki empat karyawan. Ada yang bertugas di bagian customer service (CS), software, desain, packaging. "Bagian CS itu yang terdepan dalam merespons pelanggan," ujar Bina Insani, suami Eli menambahkan. 

Eli dan Bina kini lebih banyak menjual barang kosmetik dan pakaian dalam. Dalam satu hari, ia bisa menjual 100 sampai 150 peralatan kosmetik dari berbagai produsen seperti Herborist, Wardah, hingga Implora.  "Kita datangkan dari pabrik langsung," ujarnya.

Ia mengakui saat pandemi, penjualan sempat terpengaruh, terutama ketika pertama kali  Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pasalnya distribusi barang tak berjalan dengan lancar. Beberapa kali pabrik juga sudah kehabisan stok. "Untuk sekarang sudah lebih baik, namun stok terkadang masih susah," kata Eli.

Eli tak mau mengungkapkan beberapa omzet yang diperoleh pada tahun lalu. Namun menurutnya setiap tahun ada kenaikan sekitar 50 persen.  "Ada peningkatan penghasilan setiap tahun sekitar 50 persen," ujarnya.

Salah satu mimpi Eli ke depan adalah membuka toko offline langsung untuk memperluas pasar. "Salah satu kelebihan toko offline ini akan konsumennya lebih setia dibandingkan online," kata wanita kelahiran Gresik itu.

Di Bandar Lampung, Andri Saprianto, pemilik usaha Batik Deandra juga memanfaatkan akses digital untuk memasarkan produk. Berbeda dengan Eli yang membuka toko online di marketplace, ia cenderung lebih nyaman memakai Instragam. 

Andri memakai Instagram untuk mengenalkan produk batiknya. Alhasil, penjualannya tetap terdongkrak, meski di tengah pandemi Covid.   “Omzet kita sebulan kemarin Alhamdulillah mencapai Rp 100 juta, meski awal pandemi sempat shock anjlok 40 hingga 50 persen,” ujarnya belum lama ini.  

Menurut Andri, teknologi digital sangat membantunya dalam mengembangkan bisnis. Instagram, jelasnya, menjadi sebuah etalase terbuka bagi konsumen untuk melihat produk-produk hasil karyanya.   Apalagi, kata ia, lokasi Batik Deandra tak strategis, dan jauh dari jalur utama. “Instagram  luar biasa, ini orang biasanya melihat-lihat, untuk eksekusi beli biasaya mereka datang langsung,” tuturnya.  

Para pembeli, terutama yang baru, memilih datang untuk melihat dan menyentuh bahan batik langsung. Mereka pun ingin melihat detil motif. Kalau sudah yakin, konsumen tak ragu untuk membeli. “Kalau yang sudah pelanggan biasa gak masalah, tapi kalau yang baru mereka datang untuk meyakinkan,” ujarnya.

Strategi yang ia pakai di Instagram  yakni lewat soft marketing. Andri tidak menjual langsung produk Deandra di Instagram.  Ia lebih menampilkan aktivitas Deandra atau batik-batik miliknya yang dikenakan oleh orang lain.  “Instagram itu kita gak jualan, hanya bercerita, tentang siapa yang pakai, karena yang soft marketing, Alhamdulillah tiga bulan ini, saya bikin gitu, peningkatannya luar biasa,” kata Andri.

Andri memulai usaha pembuatan batik di Pinang Jaya, Bandar Lampung pada September 2016 lalu. Ia bersama istrinya, merintis bisnis UMKM itu benar-benar dari nol.

Eli, Bina, dan Andri adalah contoh pengusaha yang memanfaatkan akses digital untuk menggerakkan bisnisnya. Bagaimanapun pemanfaatan teknologi digital sangat diperlukan untuk era saat ini.

Seperti diketahui pembangunan ekonomi digital menjadi salah satu yang difokuskan oleh pemerintah. Ekonomi digital menjadi penggerak baru dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itu, pemerintah berulangkali meminta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) membangun bisnis online-ya dengan serius.    

Potensi ekonomi digital

Menurut Menkominfo Jhonny G Plate, potensi ekonomi digital Indonesia sangat tinggi. Apalagi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 60 persen produk domestik bruto (PDB) Nasional disumbang oleh UMKM.  Dengan alasan itu, Kemkominfo mempunyai tanggung jawab buat membantu pelaku UMKM dan ultra mikro beralih ke digital.

“Pak Presiden Joko Widodo menekankan onboarding UMKM ultra mikro digital. Jadi kita harus membantu bagaimana mereka bermigrasi dan bertransformasi dari UMKM konvensional ke online,” katanya lewat keterangan resmi, Selasa (5/1).

Presiden Joko Widodo dalam sambutan virtualnya pada ajang Google for Indonesia (Google4ID) 2020, Rabu (18/11/2020) mengatakan  krisis akibat pandemi Covid  harus dimanfaatkan untuk melakukan percepatan pengembangan ekonomi digital di Indonesia.

“Ini adalah kesempatan untuk mengejar ketertinggalan kita di saat banyak negara maju mengalami kemunduran, kesempatan untuk membenahi berbagai kelemahan fundamental, kesempatan untuk mengeksekusi strategi besar kita.  Salah satu momentum yang bisa kita manfaatkan adalah percepatan pengembangan ekonomi digital,” ujarnya seperti dilansir dalam laman Setkab.go.id.

Menurut Presiden, potensi pasar digital Indonesia tumbuh sangat menjanjikan. Penetrasi pasar internet setiap tahun juga meningkat sangat signifikan dan  infrastruktur digital telah dibangun menjangkau seluruh pelosok negeri.  “Saya yakin ekonomi digital akan bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru,”  ujarnya.

Ekonomi juga sangat potensial dikembangkan pada sektor UMKM. Ada 64 juta UMKM, namun baru delapan juta atau 13 persen saja yang terintegrasi dengan teknologi digital. "Jika seluruhnya terintegrasi dengan teknologi digital, pertumbuhannya akan semakin besar,” ujar Presiden. (redaksi)

Foto : InfoPublik

Perajin menempelkan stiker warna pada bodi perkusi di rumah produksi alat musik marching band, Desa Ngaliyan, Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang, Jumat (13/11/2020). Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terus mendorong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk "go digital" pada tahun 2021 melalui pemberian stimulus sebesar Rp7,6 triliun sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. MC Batang, Jateng/Yody/Jumadi

Baca rubrik lain di :

https://komin.fo/vaksinasicovid-19