Anak-Anak Korban Erupsi Lewotobi Semangat Belajar meski di Sekolah Darurat

: Kegiatan belajar di sekolah tenda darurat yang berlokasi di lapangan Sekolah Dasar Inpres (SDI) Bokang, Desa Bokang Wolomatang, Kecamatan Titehena, Flores Timur, NTT, Sabtu (23/11/2024)/ Agus Siswanto InfoPublik.


Oleh Jhon Rico, Sabtu, 23 November 2024 | 22:10 WIB - Redaktur: Untung S - 77


Larantuka, InfoPublik - Anak-anak terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), tetap menjalankan aktivitas belajar meskipun berada di lokasi pengungsian. Hal tersebut dimungkinkan berkat tenda-tenda sekolah darurat yang didirikan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai upaya agar pendidikan anak-anak tetap berjalan.

Tenda-tenda sekolah darurat itu dibangun di berbagai lokasi strategis, seperti di sekitar posko lapangan (poslap), halaman sekolah, lapangan desa, hingga gereja. Meskipun tidak dilengkapi fasilitas seperti ruang kelas pada umumnya, tenda itu cukup representatif untuk kegiatan belajar-mengajar.

Salah satu tenda sekolah darurat adalah terletak di lapangan Sekolah Dasar Inpres (SDI) Bokang, Desa Bokang Wolomatang, Kecamatan Titehena. Berdasarkan pantauan pada Sabtu (23/11/2024), anak-anak tetap semangat belajar meski menggunakan fasilitas seadanya.

"Ruang kelas digunakan untuk para korban dampak erupsi. Jadi, anak-anak SDI bergabung belajar dengan anak-anak korban di tenda ini," ujar Konstantinus Lana Liang, guru kelas 2 SD Inpres Bokang.

Menurut Konstantinus, ada sekitar 167 anak yang belajar di sekolah darurat itu. Mereka terdiri atas 67 siswa SDI Bokang dan hampir 100 anak korban yang terdampak erupsi. Mereka pun merasa senang karena masih bisa belajar meski di tengah keterbatasan.

"Anak-anak juga mendapatkan teman baru dari siswa SDI Bokang. Ini membangun rasa persatuan dan kebersamaan di tengah situasi sulit," jelas Konstantinus.

Kegiatan belajar berlangsung dari pukul 07.30 hingga 10.30 WITA. Hal itu dilakukan untuk menghindari panasnya cuaca di lapangan tempat tenda sekolah darurat didirikan.

"Tenda berada di lapangan terbuka, jadi cuaca cukup terik. Kami tidak ingin anak-anak merasa tidak nyaman jika belajar terlalu lama di siang hari," tambahnya.

Fasilitas Pendukung Memadai

Meski serba terbatas, kebutuhan alat tulis seperti buku, pensil, dan pulpen telah terpenuhi dengan baik. Selain itu, anak-anak juga mendapatkan snack untuk menambah semangat mereka dalam belajar.

Konstantinus mengaku senang dapat berkontribusi sebagai pengajar di tengah kondisi darurat ini. Menurutnya, menjadi guru adalah panggilan jiwa, dan ia akan terus mengabdi selama masih memiliki kemampuan.

"Selama saya masih kuat, saya akan mengajar di mana pun. Bahkan jika sudah pensiun, jika diberi kesempatan, saya akan tetap mengajar," ujarnya dengan semangat.

Bono Nobo (12), siswa kelas 6 yang menjadi korban, mengungkapkan rasa sedihnya karena harus meninggalkan rumah dan sekolah akibat erupsi. Namun, ia tetap semangat belajar di sekolah darurat.

"Sedih, tapi saya tetap senang bisa belajar di sini. Semoga bencana ini cepat selesai supaya saya dan keluarga bisa kembali ke rumah," harap Bono.

Berdasarkan data posko tanggap darurat per 22 November 2024 pukul 20.00 WITA, sebanyak 26 sekolah terdampak bencana erupsi Gunung Lewotobi, meliputi 14 Taman Kanak-Kanak (TK), 6 Sekolah Dasar (SD), 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 3 Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sebagai respons, Kementerian Sosial telah mendirikan belasan sekolah darurat untuk memastikan pendidikan anak-anak terdampak bencana tetap berjalan. Upaya ini menjadi salah satu langkah konkret dalam menjaga keberlanjutan pendidikan di tengah bencana.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Jhon Rico
  • Sabtu, 23 November 2024 | 22:06 WIB
BNPB Pastikan Kebutuhan Dasar Korban ErupGunung Lewotobi Terpenuhi
  • Oleh Jhon Rico
  • Jumat, 22 November 2024 | 22:02 WIB
Menteri PPPA akan Kunjungi Posko Pengungsi Erupsi Lewotobi Laki-Laki