Status Siaga, Merapi Kembali Keluarkan Awan Panas Guguran

:


Oleh Eko Budiono, Rabu, 1 September 2021 | 13:32 WIB - Redaktur: Untung S - 333


Jakarta, InfoPublik - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida, mengatakan Gunung Merapi di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, mengeluarkan awan panas guguran pada Rabu (1/9/2021).
 
Dalam keterangan resmi pada Rabu (1/9/2021), Hanik menyatakan awan panas guguran itu memiliki jarak luncur sejauh 2.500 meter (2,5 km) ke arah barat daya.

Menurut Hanik, awan panas guguran itu terjadi pada pukul 10.13 Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan tinggi kolom 600 meter arah ke barat.

"Awan panas guguran tercatat di seismogram dengan amplitudo 42 mm dan durasi 195 detik," kata Hanik.

Hanik menuturkan pada periode pengamatan pukul 00.00 sampai 06.00 WIB, gunung api aktif itu juga mengeluarkan guguran lava pijar lima kali dengan jarak luncur maksimum 1.500 meter ke barat daya.
 
Selain itu, gunung itu juga tercatat mengalami 45 kali gempa guguran dengan amplitudo 4-18 mm selama 20-119 detik, 40 kali gempa hembusan dengan amplitudo 3-5 mm selama 8.8-13.24 detik, tujuh gempa frekuensi rendah dengan amplitudo 3-4 mm dengan durasi 8.72-9.56 detik.

Selanjutnya, satu kali gempa fase banyak dengan amplitudo 5 mm selama 7.64 detik dan satu kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 3 mm selama 43.6 detik.
 
 BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi pada level III atau siaga.

Guguran lava dan awan panas Gunung Merapi diperkirakan bisa berdampak ke wilayah sektor selatan-barat daya yang meliputi Sungai Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih. Saat terjadi letusan, lontaran material vulkanik dari Gunung Merapi diperkirakan dapat menjangkau daerah dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung.
 
Sebelumnya, komunitas masyarakat yang hidup di sekitar Gunung Merapi melakukan berbagai upaya untuk pengurangan risiko dibandingkan penanganan bencana akibat erupsi.

"Sejak 2010 kita sudah mulai melakukan evakuasi mandiri. Pembelajaran dari pengalaman kami adalah pengurangan risiko bencana menjadi lebih penting daripada penanganan bencana," kata aktivis pengurangan risiko bencana Merapi, Sukiman Mochtar Pratomo.
 
(Foto: Badan Geologi)