RUU Kesehatan Tingkatkan Efisiensi Pembiayaan Kesehatan

:


Oleh Putri, Sabtu, 1 April 2023 | 04:53 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 184


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghimpun partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan dan tanggapan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan.

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Syarifah Liza Munira, melalui keterangan resminya, Jumat (31/3/2023) mengakui jika masyarakat masih mengalami hambatan terhadap akses pelayanan kesehatan.

Akses pelayanan ini perlu disertai penguatan upaya promotif dan preventif serta peningkatan koordinasi pembiayaan antara Pemerintah, BPJS Kesehatan, dan pihak swasta, optimalisasi kendali mutu dan biaya pada program JKN serta interoperabilitas data.

Menurut Liza, RUU Kesehatan adalah kesempatan untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Tertuang dalam RUU Kesehatan, pertama perluasan akses melalui peningkatan kerjasama fasilitas kesehatan dengan BPJS Kesehatan.

Juga penguatan peran pemerintah dalam pemenuhan sisi suplai. Kedua menambahkan manfaat upaya promotif preventif yaitu deteksi dini dan skrining, serta paliatif.

“Selain itu pemerintah mendorong perluasan koordinasi pendanaan antara pemerintah dan swasta melalui asuransi kesehatan tambahan serta perluasan fungsi BPJS Kesehatan sebagai Third Party Administrator,” kata Liza.

Kemudian, lanjutnya pemerintah juga ingin mengendalikan moral hazard, optimalisasi penilaian teknologi kesehatan atau Health Technology Assesment (HTA), pelaksanaan interoperabilitas data serta perbaikan tata cara penyusunan standar tarif dan pola pembayaran.

Liza mengungkap, saat ini dari 403 catheterization laboratory (cath lab) atau layanan kateterisasi jantung masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, tersebar di 30 Provinsi pada 120 kabupaten/kota.

Dari 260 rumah sakit yang memiliki fasilitas tersebut, hanya 144 rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Akses peserta BPJS Kesehatan masih terbatas untuk cath lab ini.

Besarnya pembiayaan kesehatan untuk layanan kuratif. Sementara layanan promotif preventif yang tahun lalu sekitar lima persen dari total pembiayaan kesehatan tahun ini hanya sekitar 0,5 persen.

Pemerintah ingin menguatkan kegiatan promotif preventif agar mengurangi beban katastropik. Terdapat tambahan skrining yang semula hanya terhadap enam penyakit menjadi 14 penyakit yang akan didorong agar dapat dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Skrining terhadap hipertensi, stroke, penyakit jantung, diabetes, kanker payudara dan kanker serviks telah dilakukan. Adapun delapan tambahannya adalah hepatitis, hipotiroid kongenital, talasemia, anemia, tuberculosis, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, kanker paru, dan kanker usus.

Agar keberlangsungan program dan pendanaan JKN terjaga, diperlukan perbaikan kebijakan pengendalian mutu dan biaya. Bentuk kendali mutu antara lain perbaikan penetapan standar tarif dan pengembangan cara pembayaran.

“Lalu pencegahan dan deteksi kecurangan (fraud), perluasan pengendalian moral hazard, dan penilaian teknologi kesehatan. Untuk kendali biaya, dilakukan audit medis dan penetapan standar layanan,” kata Liza.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha. Kunta menjelaskan yang diatur pada RUU Kesehatan ini adalah BPJS Kesehatan. Ia menekankan bahwa independensi BPJS Kesehatan sudah jelas.

“Yang ingin diperkuat adalah koordinasi antarlembaga yang mengatur kesehatan, agar inline dan tidak tumpang tindih. Akan ada komite atau forum untuk koordinasi agar komunikasi lancar dalam mendiskusikan sektor kesehatan,” kata Kunta.

Foto: Kemenkes