Sekolah Vokasi Harus Bisa Bangkit di Tengah Pandemi

:


Oleh Wandi, Sabtu, 30 Oktober 2021 | 19:57 WIB - Redaktur: Untung S - 361


Jakarta, InfoPublik - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia, Wikan Sakarinto, mengatakan pandemi COVID-19 memberi berdampak pada dunia pendikan termasuk vokasi dan akademik, pandemi membuat kebiasaan-kebiasaan baru yang mau tidak mau menuntut masuk ke arah new normal.

"Mau tidak mau dunia pendidikan dituntut untuk mengikuti arah perubahan itu baik kurikulum, pembelajaran dan semunya. Termasuk guru vokasi, bagaimana bisa belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMK) dengan terus menerus melakukan secara online, sedangakan di vokasi ada materi pelajaran pengelasan misalnya, bagaimana mau bisa ngelas kalau dilakukan secara online, karena dalam dunia usaha saat ini kita harus mempunyai sertifikasi las," kata Wikan dalam acara WeFeatureForum di Jakarta, Sabtu (30/10/2021).

Ia menuturkan, pada masa pandemi semua industri sedang turun (down) dan banyak yang gulung tikar, jadi bagaimana sekolah bisa kerja sama dengan industri kalau industrinya juga down. "Padahal tadinya kami berharap semua kepala sekolah mempunyai ide yang bagus dapat bekerja sama industri yang ada," tuturnya.

Sementara itu Pendiri Erudio School of Art (ESoA) Monika Irayati Irsan menjelaskan di masa pandemi Erodio menjadi sekolah yang bisa dijadikan parameter dan contoh bagi sekolah formal.

Sebab sekolah bisa memanfaatkan siswa untuk merencanakan pembelajarannya sendiri berdasarkan minat dan cara belajar mereka. Orang dewasa bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator untuk membimbing setiap siswa dalam perjalanan belajar mereka.

"Kata ekstrimnya nge-hack pendidikan Formal, Sekolah kami itu bersifat art dan sciance, Yaitu memanfaatkan potensi atau masalah di tempat dia (murid) tinggal untuk selanjutnya di buatkan project sesuai kebutuhan murid, kemudian dijadikan kurikulum. Jadi kalau ada 90 murid maka akan ada 90 kurikulum," jelasnya 

Irayanti, percaya bahwa bila anak diberikan peluang sesuai tujuan belajarnya, disitulah anak memepunyai tujuannya, contoh saya ingin meneliti forensik scince maka apa saja yang dibutuhkan untuk penelitain itu,

Anak tidak bisa diberikan ruang untuk, tidak bisa mengambil keputusan, karena keputusan sudah diambil orang dewasa.

Struktur kurikulum menurutnya mengikuti struktur akademik, ada pertenganan (mid) dan ada akhir (end), namun itu ada tergantung pada anaknya masing-masing artinya materi apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kurikulum tersebut, bisa saja kurikulum berubah kalau tidak mampu mencapai tujuannya di pertengan tahun (semester) dan dapat di ganti dengan kurilulum yang baru," imbuhnya.

"Sementara guru di sana dimanfaatkan sebagai fasilitator, mediator, dan pendamping murid dalam mencapai tujuannya, jadi ditekankan guru di sana tidak harus selalu ngajar," tutupnya.