Pengaturan Jarak Tanam, Faktor Penting dalam Budidaya Jeruk Keprok Gayo

:


Oleh MC Kab Aceh Tengah, Selasa, 6 Juli 2021 | 11:13 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 3K


Catatan: Fathan Muhammad Taufiq *)

Takengon, InfoPublik - Jeruk Keprok Gayo merupakan salah satu komoditi pertanian unggulan dari Dataran Tinggi Gayo yang sudah medapatkan pengakuan di tingkat nasional, melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 210/Kpts/PR.120/3/2006, Jeruk Keprok Gayo sudah dtetapkan sebagai salah satu Komoditi Unggul Nasional pada tahun 2016 yang lalu. Bahkan pada tanggal 18 Juli 2016 yang lalu, komoditi ini juga sudah mendapatkan Sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Menteri Hukum dan HAM. Tentu ini merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Gayo, namun sekaligus menjadi tantangan bagi semua pihak untuk terus mempertahankan keberadaan komoditi ini serta terus berupaya untuk mengembangkannya, sehingga predikat tersebut tidak hanya menjadi kebanggaan semu semata. Karena seperti kita tahu, pengembangan jeruk keprok Gayo selama ini belum menjadi skala prioritas dan belum ada sentra pengembangan komoditi ini dalam areal yang luas.

Dari segi ekonomi, pengembangan jeruk keprok Gayo jelas sangat menguntungkan, karena saat ini harganya untuk kualitas baik bisa mencapai sekitar Rp25 ribu dan Rp35 ribu per kilogramnya. Tentu saja ini menjadi peluang bagi para petani di Dataran Tinggi Gayo untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, selain dari kopi yang memang sudah menjadi komoditi utama di daerah ini. Namun kondisi riil di lapangan saat ini cukup memprihatinkan, selain pengembangannya mengalami stagnasi, banyak tanaman jeruk di lahan petani yang tidak mampu bertahan akibat serangan berbagai hama dan penyakit tanaman khususnya Citrus Phloem Vein Degeneration (CVPD) dan Jamur Akar. Kedua penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus dan jamur ini sampai sekarang belum ditemukan cara pemberantasannya yang efektif. Jika tanaman sudah terserang kedua penyakit tersebut, cara pemberantasannya hanya dengan memusnahkan tanaman, sehingga satu-satunya jalan agar tanaman jeruk tidak terserang penyakit ini adalah dengan cara melakukan pencegahan secara dini melalui perbaikan pola budidayanya.

Menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tengah, Ir. Nasrun Liwanza, MM, serangan CVPD dan jamur akar dipicu oleh kelembaban tanah yang tinggi, sirkulasi udara yang terbatas serta kurangnya intensitas penyinaran matahari pada tanaman jeruk. "Hal ini salah satunya disebabkan pola tanam yang tidak memperhatikan jarak tanam," kata Nasrun.

Nasrun juga menjelaskan, selama ini petani jeruk di Gayo masih menganut pola tanam jeruk dengan sistim tumpang sari dengan tanaman kopi, namun karena jarak tanamnya tidak beraturan, sehingga tanaman tersebut rentan terkena serangan hama dan penyakit tanaman. Dia mencontohkan, pada tanaman jeruk yang ditanam terlampau rapat dengan tanaman kopi, sirkulasi udara serta intensitas penyinaran mataharinya menjadi terganggu, sehingga menyebabkan kelembaban tanah menjadi tinggi dan memicu munculnya penyakit tanaman. Selain itu, dengan pola jarak tanam sembarangan tersebut, produktivitas jeruk juga tidak akan optimal, karena haru berebut nutrisi dari dalam tanah dengan tanaman kopi.

Itulah sebabnya, saat ini pihaknya sedang merancang strategi pengembangan jeruk keprok Gayo yang berbasis pengaturan jarak tanam, karena berdasarkan pengalaman dan referensi yang dia peroleh selama ini, pengaturan jarak tanam sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan resistensi terhadap serangan hama penyakit tanaman yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas. Selain pengaturan jarak tanam, penggunaan bibit bersertifikat yang bebas penyakit serta pemeliharaan dan perawatan tanaman yang aik juga menjadi penentu keberhasilan pengembangan komoditi jeruk keprok Gayo ini.  Dalam beberapa tahun terakhir ini, Dinas Pertanian Aceh Tengah memang cukup serius berupaya untuk terus mempertahanakan keberadaan komoditi unggulan ini melalui pengembangan dan penambahan luas areal penanaman jeruk keprok Gayo. Sejak tahun 2015 yang lalu, tidak kurang dari 20.000 ribu bibit jeruk keprok Gayo telah dibagikan kepada petani dan kelompok tani di semua wilayah yang potensial untuk pengembangan komoditi ini. Meski demikian, ungkap Nasrun, untuk mencapai keberhasilan secara optimal dalam pengembangan komoditi ini, sangat diperlukan upaya pendampingan, pembinaan dan penyuluhan secara berkesinambungan kepada petani, terutama dalam hal pengaturan jarak tanam.

“Idealnya jarak tanam untuk jeruk keprok Gayo pada pola monokultur (tidak bercampur dengan tanaman lain) adalah 5 x 5 meter untuk lahan datar atau 6 x 6 pada lahan miring” ungkap alumni Program Study Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Unsyiah ini saat ditemui di ruang kerjanya beberapa hari yang lalu. Sementara untuk penanaman dengan pola tumpang sari, jarak tanam yang dianjurkan adalah 8 x 8 meter dan jarak tanam dari tanaman kopi minimal 2 meter. Dengan jarak tanam demikian, menurut Nasrun, ada beberapa keuntungan bagi petani, antara lain tanaman akan memperoleh sirkulasi udara serta intensitas penyinaran matahari secara optimal sehingga kelembaban tanah dapat dikontrol dan potensi serangan hama dan penyakit tanaman bisa diminimalisir. Selain itu pengaturan jarak tanam juga akan memudahkan petani dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan tanaman, serta tidak akan terjadi rebutan nutrisi antara tanaman jeruk dengan tanaman kopi, sehingga pertumbuhan tanaman bisa lebih optimal dan tidak mengganggu produktivitas tanaman kopi.

Untuk bisa “merangkul” para petani agar mau menerapkan pola tanam dengan pengaturan jarah tanam ini, Nasrun sangat berharap dukungan penuh dari para penyuluh pertanian yang ada di daerah ini,

“Para penyuluh pertanian adalah pihak yang selama ini paling dekat dengan para petani, itulah sebabnya kami meminta dukungan dan peran aktif teman-teman penyuluh demi keberhasilan program pengembangan jeruk keprok Gayo ini” lanjut Nasrun.

Senada dengan Nasrun, pakar jeruk keprok Gayo, Wiknyo juga mengungkapkan hal yang sama. Dari pengalamannya membudidayakan jeruk keprok Gayo selama puluhan tahun, pengaturan jarak tanam merupakan salah saktu faktor penentu keberhasilan pengembangan komoditi ini, terutama pada pertanaman dengan pola tumpang sari. Menurut Wiknyo, selama ini para petani hanya menanam jeruk sebagai selingan di kebun kopi mereka, sehingga mereka tidak meperhatikan jarak tanamnya, akibatnya hasil yang mereka peroleh juga tidak optimal, dan tanaman mereka juga rentan terserang hama dan penyakit tanaman.

“Kita harus memulainya dari sekarang, malu rasanya kita sudah punya komoditi unggulan yang sudah memiliki IG, tapi belum memiliki areal tanaman jeruk yang benar-benar dirawat dengan intensif, padahal nilai ekonomisnya saat ini cukup tinggi dan permintaan pasar dari waktu ke waktu juga terus meningkat, ini benar-benar peluang yang sangat bagus bagi petani kita, bukan sekdar untuk menjaga gengsi komoditi unggulan kita” ungkap Wiknyo.

Sudah puluhan tahun dirinya melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada petani jeruk, namun belum banyak petani yang mengikuti petunjuk dan arahan yang dia berikan, padahal Wiknyo juga sudah membuat percontohan budidaya jeruk di kebun miliknya yang bisa dilihat dan sebagai tempat belajar bagi petani. Menurut Wiknyo, harus ada kebijakan atau regulasi yang jelas tentang strategi pengembangan komoditi ini, karena mindset petani saat ini masih mengacu kepada aturan, bukan kepada azaz manfaat, ini yang membuat Ketua Masyarakat Peduli Indikasi Geografis Jeruk Gayo (MPIG-JG) ini merasa cukup prihatin.

Itulah sebabnya, dia terlihat sangat antusias ketika Dinas Pertanian berencana untuk menggulirkan program pengembangan jeruk keprok Gayo secara berkelanjutan dengan menerapkan pengaturan jarak tanam. Dan tanpa diminta pun, dia akan selalu memberi masukan kepada pihak terkait demi suksesnya program yang menurutnya sangat bermanfaat bagi petani ini. Dengan cara ini, dia merasa optimis dalam beberapa tahun kedepan, jeruk keprok gayo akan kembali berkembang di daerah ini, sehingga predikat komoditi unggulan nasional serta IG yang melekat pada komoditi jeruk keprok Gayo, benar-benar bisa menjadi kebanggaan daerah karena didukung oleh program pengembangan yang sistematis dan berkesinambungan.

*) Kasie Layanan Informasi dan Media Komunikasi Publik pada Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah dan Peminat Bidang Pertanian.