Pemerintah Sedang Menyiapkan Kebijakan Satu Peta

:


Oleh G. Suranto, Senin, 16 Juli 2018 | 21:08 WIB - Redaktur: Juli - 278


Jakarta, InfoPublik – Pemerintah sedang menyiapkan kebijakan satu peta, dan rencananya pada Agustus 2018, Presiden RI Joko Widodo akan meluncurkan Geoportal Kebijakan Satu Peta, yang berisikan data hasil kompilasi dan integrasi untuk seluruh wilayah Indonesia.

Geoportal Kebijakan Satu Peta ini menjadi geoportal untuk menjadi acuan seluruh lembaga atau masyarakat yang membutuhkan Satu Peta Indonesia.

Hal tersebut mengemuka dalam Media Gathering yang digelar Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, bertema Percepatan Pelaksanaan Kebijaksanaan Satu peta, di Ruci’s Joint, Jakarta, Senin (16/7).

Tujuan kegiatan tersebut memberikan penjelasan progres Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, dan mengupas tuntas manfaat yang telah dirasakan.

Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG Lien Rosalina menyampaikan, Presiden Joko Widodo menyadari betul pentingnya peta, khususnya Informasi Geospasial Tematik (IGT) karena menjadi landasan perizinan lahan, landasan program pembangunan infrasrtuktur, maupun kegiatan memanfaatkan lahan lainnya yang berdampak pada pembangunan ekonomi Indonesia.

Presiden secara tegas pada 27 Oktober 2014 telah memberikan arahan dalam sidang kebinet peripurna, bahwa Kebijakan Satu Peta harus segera dikerjakan dan diimplikasikan. Kemudian 2 Februari 2016 dipertegas lagi dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Skala 1:50.000.

Penetapan Perpres 9/2016 tersebut sebagai upaya menyelesaikan konflik pemanfaatan ruang, mendorong penggunaan informasi geospasial guna pelaksanaan pembangunan nasional, dan untuk mendukung terwujudnya agenda prioritas Nawacita.

Perpres No. 9/2016 tersebut turut memiliki lampiran rencana aksi yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Kebijakan satu peta ini mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data dan satu geoportal. 

Kegiatan inti dari Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Skala 1: 50.000 memiliki empat tahap yaitu melakukan komplikasi atas IGT yang telah tersedia saat ini dari seluruh level kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Kemudian, pengintegrasian IGT melalui proses koreksi dan verifikasi IGT atas Informasi Geospasial Dasar (IGD) menjadi satu referensi dan satu standar, perwujudan IG yang belum tersedia, serta sinkronisasi dan penyelarasan dengan antar IGT, termasuk juga penyusunan rekomendasi dan fasilitasi penyelesaian permasalahan mengenai IGT untuk bermuara pada satu basis data dalam satu geoportal.

“Kami optimis secara teknis dan regulasi hingga akhir Juli 2018, 87 persen peta yang terkompilasi dan terintegrasi tercapai. Merupakan usaha luar biasa karena integrasi dan sinkronisasi tersebut berkat kerja keras Kementerian/Lembaga hingga Pemerintah Daerah. Saat ini tahapan sinkronisasi masih berjalan terus hingga tahun 2019,” terangnya.

Sementara itu, Dodi Slamet Riyadi, Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kemenko Perekonomian menyampaikan, Kebijakan satu peta ini dibutuhkan karena di Indonesia dari berbagai stakeholder dan Kementerian/Lembaga, punya standar masing-masing.

“Dengan adanya kebijakan satu peta ini, kita mencoba untuk melakukan suatu proses, satu standar melalui kebijakan satu peta. Jadi selama ini yang dihasilkan oleh pemerintah maupun swasta, masyarakat, LSM ini masing-masing berbeda-beda, sekarang kita mencoba menjadikan satu referensi satu standar,” paparnya.

Dodi menambahkan, disadari setelah era otonomi, konflik antar batas wilayah ini menjadi tinggi. “Bayangkan satu jengkal, satu meter saja diperebutkan, Kabupaten/Kota, padahal Negara ini luas, ini yang menjadi permasalahan kita," ujarnya.

Lebih lanjut menurutnya, sejak berlakunya otonomi, banyak permasalahan konflik batas antar Kabupaten/Kota/Provinsi. Dengan adanya kebijakan satu peta ini mempercepat proses penyelesaian tapal batas antara Kabupaten/Kota/Provinsi. "Ini yang kita dorong melalui Kemendagari, karena ini penanggung jawabnya di Kemendagri,” paparnya.

Kemudian, permasalahan yang kedua, kalau tidak punya satu peta yang sama, disebut akan terjadi permasalahan persengketaan tanah. “Masalah tumpang tindih perizinan, konflik tata ruang itu yang terjadi masalah, maka kebijakan satu peta ini diteruskan. Kemudian dengan adanya kebijakan satu peta ini ke depan, kita akan menata ruangnya lebih baik lagi, sesuai kualitas peta yang kita sepakati,” ungkapnya.