Untuk Menuju UHC, Pemerintah Siapkan Kebutuhan Pelayanan Kesehatan

:


Oleh Putri, Jumat, 4 Mei 2018 | 11:08 WIB - Redaktur: Juli - 2K


Jakarta, InfoPublik - Untuk menuju Universal Health Coverage (UHC) di 2019 dalam program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), pemerintah berupaya memastikan agar setiap orang memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa terkendala.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek belum lama ini menyampaikan dalam mewujudkan hal itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dengan menyelenggarakan program Indonesia sehat. Terdiri dari paradigma sehat dan penguatan layanan kesehatan.

"Untuk mencapai UHC, diperlukan Layanan kesehatan yang berkualitas. Diharapkan ada opsi kebijakan penyelesaian bagi peningkatan kualitas dan keadilan dalam JKN untuk mencapai UHC di Januari 2019," tambah Menkes.

Selain itu, implementasi di seluruh wilayah juga didukung penambahan tenaga kesehatan yang merata melalui program Nusantara Sehat dan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) serta penungasan khusus calon dokter spesialis.

"Implementasi JKN di daerah juga harus didorong melalui fasilitas kesehatan, Kemenkes dengan DAK juga membangun 124 puskesmas di daerah perbatasan," katanya.

Dikutip dari data Kemenkes prinsip pelayanan kesehatan adalah penguatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik di tingkat dasar dan rujukan. Karenanya Kemenkes melakukan pemenuhan sarana kesehatan di tingkat primer (Puskesmas) hingga rumah sakit.

Kemenkes berusaha memenuhi fasilitas sarana prasarana dan alat kesehatan melalui berbagai cara, dengan mengintegrasikan pembiayaan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, bantuan luar negeri, kerja sama pemerintah dan badan usaha, serta pemanfaatan Dana Alokasi Khusus.

A. Membangun Puskesmas dan RS di Perbatasan

Untuk pelayanan dasar seperti Puskesmas misalnya, Kemenkes telah memprioritaskan pembangunan 124 Puskesmas di 48 kabupaten/kota perbatasan di 15 provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/Menkes/367/2015 tentang Penetapan 48 Kabupaten dan 124 Puskesmas Sasaran Program Prioritas Nasional Pelayanan Kesehatan di Daerah Perbatasan 2015-2019.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan menerbitkan pedoman pembangunan dan peningkatan fungsi bangunan. Dalam pedoman tersebut terdapat 3 jenis tipe bangunan Puskesmas yakni pertama, Puskesmas dua lantai dengan sepuluh tempat tidur. Kedua, Puskesmas dua lantai dengan enam tempat tidur, dan ketiga, Puskesmas satu lantai.

Sebanyak 103 dari 124 Puskesmas itu (80 persen) telah melaksanakan pembangunannya. Di samping itu melalui Dana Alokasi Khusus Afirmatif telah dialokasikan anggaran untuk pembangunan Puskesmas di DTPK (Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan).

Untuk rujukan atau rumah sakit, Kemenkes memfokuskan pada pembangunan Rumah Sakit rujukan. Ada 144 RS rujukan yang terbagi di 34 provinsi terdiri dari 10 RS rujukan nasional milik Pemerintah Pusat, 4 RS rujukan nasional milik Pemprov, 20 RS rujukan provinsi, dan 110 RS rujukan regional. Saat ini semuanya telah mendapatkan alokasi anggaran yang cukup untuk dikembangkan sesuai kelasnya, melalui dana DAK penugasan.

Selain itu untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan rujukan di Indonesia bagian Timur, Kemenkes merencakanan pembangunan 3 RS vertikal di Maluku, NTT dan Papua, untuk mempercepat sistem rujukan di Indonesia Bagian Timur.

Di samping pemenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan di Puskesmas dan RS yang tergolong dalam akses pelayanan, maka mutu atau kualitas pelayanan juga menjadi target indikator Kementerian Kesehatan. Untuk Kualitas pelayanan kesehatan diukur dengan berhasilnya fasilitas pelayanan kesehatan mendapat predikat terakreditasi oleh badan resmi independen dalam negeri dan atau luar negeri.

Pada Selasa (17/4/2018) lalu Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek telah meresmikan dua Puskesmas daerah perbatasan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kedua Puskesmas tersebut merupakan Puskesmas representatif yang berhasil dibangun di daerah perbatasan, yaitu Puskesmas Entikong dan Puskesmas Balai Karangan. Pembangunan Puskesmas ini menggunakan anggaran DAK Afirmasi bidang kesehatan 2017.

Upaya percepatan pembangunan di daerah perbatasan merupakan salah satu fokus prioritas pembangunan kesehatan. Untuk mewujudkannya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI melaksanakan program pembangunan 124 Puskesmas perbatasan di seluruh titik terluar Indonesia. 

Dalam upaya meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan di daerah perbatasan kerap kali mengalami berbagai permasalahan seperti kondisi geografis, SDM kesehatan, dan terbatasnya infrasturktur. Di samping itu, isu ketimpangan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan negara tetangga akan berpengaruh pada kredibilitas bangsa apabila tidak ditangani dengan serius.

''Daerah perbatasan yang merupakan bagian terdepan negara seharusnya menjadi etalase negara yang menampilkan wajah atau citra Indonesia yang positif termasuk dalam bidang kesehatan,'' kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam sambutannya saat peresmian Puskesmas Entikong dan Puskesmas Balai Karangan di Kabupaten Sanggau.

Demi kelancaran kegiatan di Puskesmas dalam pembangunan Puskesmas di daerah perbatasan dilengkapi dengan pemenuhan prasarana dan alat kesehatan yang diperlukan oleh Puskesmas, seperti pembangunan rumah dinas dokter, pengadaan alat transportasi, serta penyediaan alat pendukung pelayanan lainnya seperti generator set dan IPAL.

Menkes menyatakan bahwa ketersediaan SDM kesehatan yang mumpuni sangatlah penting dalam optimalnya kinerja Puskesmas di daerah perbatasan. Kementerian Kesehatan RI melalui Program Nusantara Sehat telah menempatkan tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan dan lainnya pada Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).

Untuk selanjutnya, pembangunan Puskesmas di DTPK lainnya akan dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya. ''Saya berharap dengan pembangunan Puskesmas ini, masyarakat di daerah perbatasan bisa mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan terbaik dari negeri sendiri, sehingga tidak perlu ke negara tetangga,'' kata Nila.

Pembangunan ini merupakan sebuah langkah terdepan dengan semangat nawacita ketiga yaitu untuk mewujudkan pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI, serta melengkapinya dengan semangat nawacita kelima yaitu peningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui penguatan akses dan mutu pelayanan kesehatan di daerah perbatasan.

Menkes Nila berharap upaya ini akan memberikan daya ungkit yang besar dalam peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan di DTPK.

B. Pelayanan Kesehatan di Daerah Bermasalah, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) Melalui Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)

Program wajib kerja dokter spesialis (WKDS) berupa penugasan melaksanakan pelayanan spesialistik di RS milik pemerintah selama satu tahun di daerah bermasalah kesehatan (DBK) maupun daerah dengan kategori terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).

Program WKDS berangkat dari niat dan tujuan mulia untuk memenuhi dan memeratakan dokter spesialis, memperbaiki akses dan kualitas pelayanan, serta memenuhi hak azasi masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan.

WKDS diatur dalam Peraturan Presiden No 4 Tahun 2017, dan dilaksanakan sesuai dengan amanat Undang-undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan pada pasal 28 ayat (1) bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada tenaga kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai tenaga kesehatan di daerah khusus di wilayah NKRI.

WKDS Angkatan Pertama sejak Maret 2017 sampai dengan April 2018 sudah menempatkan sebanyak 1.213 dokter spesialis di 474 rumah sakit di 392 kabupaten/kota (34 provinsi).

Pemerataan dokter spesialis di seluruh wilayah Indonesia terutama di DPTK sangat diperlukan agar masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan perawatan. Pendistribusian tenaga dokter spesialis disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

Berdasarkan data dari SIRS online, jumlah RS pemerintah dan pemerintah daerah per tanggal 31 Desember 2016 tercatat sebanyak 988 RS, adapun jumlah kekurangan dokter spesialis di rs tersebut sebanyak 495 orang spesialis anak, 380 spesialis obygin, 422 spesialis penyakit dalam, 582 spesialis bedah, dan 310 spesialis anestesi.

Dari usulan yang disampaikan terhadap kekurangan tersebut, saat ini telah ditempatkan sebanyak 242 orang spesialis anak, 278 orang spesialis obygin, 230 spesialis penyakit dalam, 169 spesialis bedah dan 177 spesialis anestesi. (Putri Sifa/Juliyah)

 

 

 

 

Sumber: Kementerian Kesehatan RI