Kompleksnya Layanan Psikososial Tidak Diimbangi Dukungan Aturan

:


Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 8 Maret 2018 | 15:26 WIB - Redaktur: Juli - 328


Jakarta, InfoPublik - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menilai kompleksnya layanan psikososial tidak diimbangi dengan dukungan aturan. Padahal bahwa pemulihan kehidupan sosial, atau layanan psikososial, bagi korban tidak kalah penting dari layanan lain bagi korban.

Menurut Semendawai, hal ini karena belum adanya aturan turunan terkait pemenuhan hak psikososial dari UU Perlindungan Saksi dan Korban. Akibatnya layanan yang diberikan merupakan hasil koordinasi kelembagaan antara LPSK dengan instansi terkait.

“Namun tidak jarang upaya kami memenuhi hak psikososial korban terkendala pemikiran instansi terkait bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi hak psikososial korban," ujar Semendawai dalam konferensi pers di kantor LPSK Jakarta, Kamis (8/3).

Semendawai mengatakan,  LPSK sendiri dalam bantuan psikososial merupakan layanan. Jika rehabilitasi medis, psikologis, perlindungan fisik maupun perlindungan hukum spesik terhadap layanan tertentu, maka layanan psikososial sangat luas cakupannya.

Menurut Semendawai Layanan psikososial mencakup banyak hal yang terkait dengan pemulihan peran sosial yang dimiliki korban agar bisa meneruskan kehidupannya. Mulai dari keberlangsungan pendidikan, hingga adanya lapangan pekerjaan maupun pelatihan keterampilan bagi korban.

Dalam amanat UU Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK bisa bekerja sama dengan institusi terkait dalam upayanya melakukan pemenuhan layanan hak psikososial bagi korban. “Dan hal tersebut sudah dilakukan LPSK berulang kali, baik bekerja sama dengan Pemda, Kementerian, maupun instansi lain yang memiliki kewenangan untuk bisa menunjang terpenuhinya hak psikososial bagi korban," ungkap Semendawai.

Selama dua bulan pertama di 2018 ini, LPSK sudah melakukan 41 kali layanan pemenuhan hak psikososial bagi korban yang menjadi terlindung LPSK. Dari jumlah tersebut, mayoritas layanan diberikan kepada korban tindak pidana terorisme sebanyak 25 layanan, diikuti layanan bagi korban tindak pidana kekerasan seksual bagi anak sebanyak 9 layanan, dan sisanya 7 layanan untuk korban tindak pidana umum lainnya.

“Layanan yang diberikan ada yang berupa fasilitasi biaya sekolah melalui Dinas Pendidikan, fasilitasi pengembangan usaha melalui Dinas UKM, pelatihan kerja melalui Dinas Tenaga Kerja, hingga fasilitasi kuliah di Universitas Terbuka bagi 1 orang korban terorisme bom Thamrin," jelas Semendawai.

Diharapkan adanya aturan turunan terkait pemenuhan hak psikososial bagi korban bisa menjadi payung hukum, baik untuk LPSK maupun instansi lain, dalam mengusahakan pemenuhan hak psikososial bagi korban.

“Ini penting, karena adanya tindak pidana seringkali memberikan kerugian yang menyebabkan korban kesulitan melanjutkan kchndupan secara normal. Nah melalui layanan psikososial yang optimal, diharapkan korban kehidupan sosial korban bisa dipulihkan”, pungkas Semendawa.

Kasubdit Pengembangan dan Harmonisasi Standar Kompetensi pada Kementerian Tenaga Kerja Muchtar Aziz menjelaskan, pihaknya bisa melakukan intervensi dalam pemenuhan hak psikososial bagi korban melalui pelatihan ketenagakerjaan. Hal ini bertujuan agar proses pengembalian fungsi sosial individu tersebut berjalan baik. “Dalam UUD disebutkan, setiap warga negara, tidak penting siapa dia, berhak atas hidup dan pekerjaan layak,” ujarnya.

Selama ini, pihaknya rutin memberikan pelatihan bagi para warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, dilakukan juga kerja sama dengan Mabes TNI untuk memberikan pelatihan ketenagakerjaan bagi anggota TNI yang karena tugas mengalami disabilitas. “Pemberian pelatihan (ketenagakerjaan) bagi korban kejahatan, seharusnya hal itu bisa dilakukan,” kata Muchtar.

Apalagi, lanjut dia, Kemenaker memiliki fasilitas yang cukup untuk melakukan hak tersebut, dimana terdapat 301 balai latihan kerja yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, hingga kabupaten/kota, yang 17 di antaranya di bawah kewenangan langsung Kemenaker.

“Pemberian materi pelatihan, saat ini sudah tidak ada batas usia lagi. Jadi, semua bisa berkesempatan, baik untuk bekerja atau menjadi wirausaha,” ujarnya