Awal 2018 Puluhan Orang Sudah Jadi Korban Kekerasan Seksual

:


Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 1 Februari 2018 | 11:33 WIB - Redaktur: Juli - 435


Jakarta, InfoPublik -  Korban kekerasan seksual di Januari 2018 memprihatinkan,  Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat setidaknya sudah 98 orang menjadi korban kekerasan seksual, dimana 88 di antaranya masih berusia anak.

Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, jumlah tersebut masih mungkin bertambah jika melihat kemungkinan adanya tindakan kekerasan seksual yang tidak dilaporkan.“Dari jumlah tersebut menunjukan jumlah yang cukup tinggi. Bahkan jika dirata-rata, bisa 3 orang lebih menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya," ujar Semendawai dalam konferensi pers dengan tema Awal 2018 diwarnai maraknya kekerasan seksual di Kantor LPSK, Jln Raya Bogor Ciracas Jakarta Timur, Kamis (1/2).

Dari jumlah tersebut LPSK sudah memproses penanganan kepada 73 orang anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Para korban tersebut saat ini sedang dalam tahap proses pengajuan permohonan perlindungan, yang mana merupakan syarat diberikannya perlindungan.

Semendawai menjelaskan dari jumlah 73 korban, lebih dari setengahnya, yakni 43 orang, merupakan anak korban pencabulan Babe di Tangerang. “Khusus untuk kasus Babe Tangerang, LPSK akan bersinergi dengan instansi lain agar pemberian llayanan bisa optimal sesuai tugas fungsi masing-masing," ungkapnya.

Dari hasil temuan tim LPSK yang turun ke lapangan menemui para korban kekerasan seksual, diketahui bahwa rata-rata para korban rasa takut, trauma, hingga tidak mendapat dukungan dari Iingkungan sekitar baik keluarga maupun pihak sekolah. Bahkan pada beberapa kasus ada upaya dari keluarga maupun sekolah untuk menutup nutupi kasus yang menimpa anak atau siswa mereka.“Hal ini tentunya selain menyebabkan tindak pidana sulit terungkap, juga akan semakin memojokkan posisi korban," ujar Semendawai.

Selain itu, adanya tuntutan pembuktian seringkali membuat suatu tindak pidana kekerasan seksual sulit diungkap, hal ini karena minimnya saksi yang mengetahui. Apalagi jika kekerasan seksual yang tidak berbentuk penetrasi dimana bukti-bukti akan semakin sulit.

Meski begitu LPSK yakin dengan itikad baik dan inovasi dari penyidik bukan berarti tindak pidana kekerasan seksual yang buktinya minim akan sulit terungkap.“Misalnya dengan melakukan visum psikiatri yang tidak hanya berpatokan pada bukti fisik yang mungkin saja tidak ada, namun sebenarnya tindak pidana seksual sudah terjadi," ujarnya.

Semendawai menambahkan dari 98 korban kekerasan seksual begitu banyak korbannya laki-laki dan juga kejadian kekerasan seksual anak berulang-ulang."Dan ini harus jadi perhatian semua pihak termasuk pemerintah maupun komnas Perlindungan anak. Begitu juga peran orang tua, lingkungan dan sebagainya," ungkapnya.

LPSK berharap adanya itikad baik penyidik dan dukungan dari masyarakat, sehingga selain bisa membantu mengungkap tindak pidana, juga bisa memberikan dukungan kepada korban agar bisa melalui trauma pasca menjadi korban. “Hal seperti ini panting agar korban tidak menjadi korban untuk kesekian kalinya baik dari pandangan masyarakat maupun menjadi korban dari proses peradilan yang dijalaninya”, pungkas Semendawai.