Instruksi Presiden Kepada 11 Pimpinan Lembaga Untuk Optimalkan JKN-KIS

:


Oleh Reporter, Kamis, 1 Februari 2018 | 10:25 WIB - Redaktur: Juli - 1K


Jakarta, InfoPublik - Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Inpres ini memerintahkan 11 lembaga negara untuk mengambil langkah sesuai kewenangannya dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas Program JKN-KIS. Sebelas pimpinan lembaga negara itu terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri BUMN, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Direksi BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati dan Walikota. Instruksi tersebut tentu saja harus diimplementasikan oleh semua pihak yang berkepentingan termasuk oleh BPJS Kesehatan.

Program JKN-KIS sendiri merupakan salah satu Program Prioritas Pemerintahan Presiden Jokowi-JK yang tercantum dalam Nawacita ke-5, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Dalam perjalanannya implementasi program ini tentu tidak selalu berjalan mulus, banyak tantangan yang harus diakomodir dan dioptimalkan oleh berbagai pihak. 

Sebagai bentuk sosialisasi dan implementasi Inpres ini, Sekretaris Kabinet Republik Indonesia menggelar kegiatan Talkshow di Kantor Sekretaris Kabinet, Rabu (31/1), yang dihadiri oleh sejumlah narasumber dari kementerian dan lembaga membahas bagaimana kementerian dan lembaga melakukan upaya tindak lanjut dari instruksi presiden untuk pengoptimalan Program JKN-KIS. 

Melalui Inpres, Presiden memerintahkan Menteri Kesehatan untuk mengevaluasi, mengkaji dan menyempurnakan regulasi terkait pelayanan kesehatan program JKN. Juga menyempurnakan tarif pelayanan kesehatan sesuai prinsip kendali mutu dan biaya; menyempurnakan program rujuk balik dan menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan bagi peserta JKN; mengkaji dan menyempurnakan sistem pembiayaan penyakit katastropik; dan menjamin ketersediaan sarana dan prasarana serta SDM pada fasilitas kesehatan (faskes) bersama pemerintah daerah (pemda), Polri dan TNI serta swasta.

Menteri Dalam Negeri diperintahkan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam pelaksanaan JKN. Menteri harus memastikan kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan JKN, dan mendaftarkan seluruh penduduknya dalam program JKN; juga memastikan Gubernur, Bupati, dan wali kota menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan di wilayah masing-masing; dan menyediakan data penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk dapat dimanfaatkan sebagai data kepesertaan JKN. 

Menteri Sosial ditugaskan untuk melakukan percepatan verifikasi dan validasi terhadap penetapan dan perubahan data guna meningkatkan kualitas data peserta penerima bantuan iuran (PBI). 

Menteri BUMN diinstruksikan untuk memastikan BUMN mendaftarkan dan memberikan data yang lengkap dan benar bagi para pengurus dan pekerja beserta anggota keluarganya dalam program JKN. Sekaligus memastikan pembayaran iurannya. 

Menteri Ketenagakerjaan mengemban tugas untuk meningkatkan pengawasan terhadap pemberi kerja.  

Menteri Komunikasi dan Informatika diinstruksikan melakukan kampanye dan sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat agar menjadi peserta JKN. Memfasilitasi jaringan komunikasi data untuk suksesnya sistem teknologi informasi (IT) program JKN. 

Jaksa Agung diperintahkan untuk melakukan penegakan kepatuhan dan hukum terhadap badan usaha, BUMN, BUMD, dan pemerintah daerah dalam mengoptimalisasi pelaksanaan JKN.

Untuk Direksi BPJS Kesehatan, Presiden menginstruksikan agar peserta JKN mendapat akses pelayanan yang berkualitas melalui pemberian identitas peserta JKN dan perluasan kerja sama dengan faskes yang memenuhi syarat dan meningkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka kepatuhan dan terlaksananya program JKN yang optimal. BPJS juga diminta meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga atau pihak lain dalam rangka kampanye dan sosialisasi (public education) program JKN dan melakukan pengkajian dan evaluasi regulasi guna menjamin keberlangsungan dan peningkatan program JKN.

Selain itu, melakukan kajian terhadap implementasi JKN dan memberi masukan untuk perbaikan kebijakan program JKN dan meningkatkan jumlah kerja sama dengan apotek yang memenuhi syarat untuk menjamin ketersediaan obat rujuk balik dengan kriteria dan proses penunjukan kerja sama yang transparan sesuai kebutuhan dan kondisi geografis. Direksi BPJS Kesehatan juga diperintahkan untuk menyediakan dan memberikan data program JKN secara berkala kepada Menteri Kesehatan dalam rangka peningkatan mutu.

Presiden juga menekankan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati dan Walikota dalam melaksanakan JKN; mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN; memastikan Bupati dan Walikota mengalokasikan anggaran serupa, dan mendaftarkan seluruh penduduknya sebagai peserta JKN; menyediakan sarana dan prasarana, serta SDM kesehatan di wilayahnya; memastikan BUMD mendaftarkan pengurus dan pekerja serta anggota keluarganya dalam program JKN sekaligus pembayaran iurannya.

Selain itu Gubernur diinstruksikan untuk memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN.

Terakhir, Menko PMK diinstruksikan untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan Inpres; melakukan koordinasi pengkajian sumber-sumber pendanaan lain untuk program JKN; dan melaporkan pelaksanaan Inpres kepada Presiden setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.

Implementasi Program JKN-KIS, sudah memasuki tahun ke-5 di tahun 2018 dan tepat 31 Desember 2017 jumlah peserta JKN-KIS sudah mencapai 187.982.949, artinya jumlah masyarakat yang telah mengikuti Program JKN-KIS hampir mencapai 72,9% dari jumlah penduduk Indonesia.

Diharapkan bila diselaraskan dengan arah kebijakan dan strategi nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2019, cakupan kepesertaan minimal mencakup 95% pada tahun 2019. Namun bukan hanya dari aspek cakupan kepesertaan saja, keberlangsungan program ini menjadi tantangan dan diharapkan 11 lembaga negara yang diinstruksikan dalam Inpres ini mampu saling menguatkan koordinasi dan mampu berperan sesuai dengan kewenangannya.

Ditambah peran dari berbagai pemangku kepentingan seperti fasilitas kesehatan, organisasi profesi, asosiasi terkait, media massa, serta masyarakat untuk memberi masukan konstrutif dan mendukung implementasi Program JKN-KIS. (sumber: BPJS Kesehatan)