Terkait Impor Beras, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Data Pangan

:


Oleh Baheramsyah, Kamis, 18 Januari 2018 | 21:04 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 387


Jakarta,InfoPublik - Anggota Komisi IV DPR RI Ishsan Firdaus meminta Pemerintah diminta membenahi data produksi beras. Menurutnya, data yang tidak akurat dapat menimbulkan kesimpangsiuran di masyarakat, sehingga dapat memicu kebingungan.

Ichsan Firdaus meminta Kementerian Pertanian harus jujur soal data pangan terkait ketidaksinkronan fenomena harga beras yang meningkat di tengah klaim surplus dari kementerian tersebut.

"Persoalan data surplus (beras) ini bermasalah, karena memang basis data kita bermasalah. Nah, ini yang harus sama-sama diperbaiki," jelasnya dalam diskusi Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (Pataka) bertajuk Mudah Mainkan Data Pangan di Jakarta, Kamis (18/1/2018).

Ia menjelaskan, seharusnya pemerintah sudah memperbaiki tiga tahun lalu, sehingga kata dia, kesalahan data tersebut tidak menimbulkan tuduhan-tuduhan yang tidak jelas. Lanjutnya, permasalahan data menunjukkan overestimate sekitar 17-20 persen.

Ketidaksinkronan data pangan membuat publik bingung di tengah terus harga beras melonjak. Pemerintah bahkan memutuskan untuk mengimpor 500.000 ton beras khusus dari Thailand dan Vietnam untuk memperkuat stok. Sementara Kementerian Pertanian mengklaim stok beras surplus dan tidak ada kenaikan harga. 

"Saran saya, jujurlah dengan data. Jangan ada akrobatik yang menciptakan 'hantu-hantu' yang tidak selesai," katanya 

Hantu yang dimaksud klaim surplus, spekulan dan mafia beras. Menurutnya, masalah tersebut kerap kali muncul, tetapi belum ada upaya pemerintah mengatasinya, terutama terkait spekulan.

Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah mengatakan, Kementerian Pertanian selalu menyatakan produksi beras surplus dan stok mencukupi. Hanya saja, berdasarkan pantauan Ombudsman RI di 31 provinsi dari tanggal 10-12 Januari 2018, stok beras dinilai pas-pasan, penyebarannya tidak merata, dan harganya terus meningkat tajam sejak Desember tahun lalu.

Data surplus yang selama ini digemborkan Kementan hanya berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah sebaran stok beras.

Alamsyah meminta Kementan lakukan evaluasi menyeluruh terhadap program cetak sawah, luas tambah tanam, benih subsidi dan program pemberantasan hama.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah agar memberikan dukungan penuh kepada Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyediakan data produksi yang lebih akurat agar tidak terjadi kesimpangsiuran seperti ini lagi.

Sementara Direktur Utama PT. Food Station Tjipinang Jaya, Arief Prasetyo mengatakan, ramainya pemberitaan mengenai kondisi beras secara nasional nyatanya tidak berdampak pada harga beras di Jakarta. 

Menurut dia, harga beras di lingkungan DKI Jakarta masih terkendali. Berdasarkan data dari laman resmi Food Statioin harga hari ini berkisar pada Rp11,950 per kilogram untuk jenis IR-64 II dan Rp12,575 per kilogram untuk IR-64 I. Sedangkan untuk harga beras Badan Urusan Logistik (Bulog) yakni Rp8.900 per kilogram dan beras dari sentra produksi Rp11.800 hingga Rp12.400 per kilogram.

“Harga beras kita dua tahun terakhir sangat terkawal dan terkontrol dengan baik. Kita dapat pengakuan dari Bank Indonesia menjadi salah satu yang terbaik untuk pengendalian harga beras,” kata Arief.

Lebih lanjut Arief menjelaskan, mengenai stok beras yang tersedia saat ini, dinilai sangat aman. Bahkan gejolak pasokan beras secara nasional tidak berpengaruh pada stok DKI Jakarta.