Jatim Gelontorkan Rp98 Miliar Anggaran ORI Tangkal Difteri

:


Oleh MC Provinsi Jawa Timur, Kamis, 18 Januari 2018 | 16:13 WIB - Redaktur: Elvira - 238


Surabaya, InfoPublik – Pemerintah provinsi Jawa Timur mengalokasikan anggaran Outbreak Response Immunization (ORI) untuk menanggulangi penyakit Difteri, dengan 82 persen untuk operasional sesuai kebutuhan kabupaten/kota. Diperkirakan total kebutuhan anggaran untuk menangani penyakit sebesar Rp98 miliar, dengan pembiayaan sharing antara Pemprov sebesar Rp49 miliar dan Rp 49 miliar sisanya menjadi tanggungan pemerintah kabupaten atau kota se-Jatim.

Sasaran penggunaan anggaran ORI ini ditujukan untuk 38 kabupaten/kota di Jatim, dengan target sebanyak 10.717.765 orang, yakni rentang usia 1 hingga 19 tahun. “Seluruh anak di Jatim direntang usia ini. Mereka yang diprioritaskan untuk diberikan vaksin imunisasi ORI,” ujar Gubernur Jatim, Soekarwo, saat memimpin  Rapat Koordinasi Pemantapan Outbreak Response Immunization Difteri se-Jawa Timur di Kantor Dinas Kesehatan Prov. Jatim Jl. A Yani Surabaya, Rabu (17/1) pagi.

Penegasan gubernur yang biasa disapa Pakde Karwo ini, guna merespon kejadian luar biasa penyakit difteri di wilayahnya sehingga tidak semakin meluas, disamping untuk memutus penularan difteri.

“Pelaksanaan imunisasi ini harus benar-benar dikontrol, diberikan selama tiga kali. Dengan demikian, penanganan difteri ini bisa dilakukan dengan tuntas,” tegasnya.

Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Jawa Timur seolah mengaburkan meskipun prestasi capaian ekonomi yang tinggi provinsi tersebut. Sekedar informasi saja, berdasarkan data Pemprov, pendapatan perkapita masyarakat Jatim tahun 2017 naik 200 persen dibanding tahun 2008. Belum lagi, penguatan fasilitas kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Jatim, diantaranya, 371 rumah sakit,  961 puskesmas dari 661 kecamatan yang ada, yang artinya kini banyak kecamatan memiliki puskesmas lebih dari satu buah. Juga Puskemas pembantu yang kini sebanyak  2.668,  pondok kesehatan sebanyak  3.213,  serta polindes 4.711 buah.

“Saya sedih melihat hal ini, sebuah anomali ketika berbagai hal yang baik terjadi di Jatim, misalnya pendapatan masyarakat yang meningkat tajam dan berbagai fasilitas kesehatan tersedia, tapi ada hal lainnya yang membuat kaget kita, yakni permasalahan penyakit difteri ini,” katanya.

Untuk itu, Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim mengajak pemerintah kabupaten/kota se-Jatim secara serius menangani difteri. “Posisi kita dalam KLB penyakit difteri. Mari kita bergerak bersama menangani difteri,” tambahnya.

Kasus difteri tertinggi terjadi di Sampang, Gresik, Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, yakni lebih dari 21 kasus. Sementara itu, daerah dengan kasus antara 10 sampai 20 berada di Bojonegoro, Sidoarjo, Jombang, Batu, Kota Malang, Kab. Malang, Lumajang, Kab. Blitar, dan Kota Blitar.

 

 

Anomali Difteri

Sementara Sekretaris Jenderal Kemenkes RI Untung Suseno Sutarjo, dalam sambutannya di kegiatan yang sama mengatakan, KLB difteri ini hampir terjadi pada 30 provinsi pada tahun 2017. Sedangkan pada awal tahun 2018, kasus baru mengalami penurunan, hanya lima provinsi yang masih terdapat kasus difteri.

Status KLB sendiri dinyatakan berakhir setelah dua kali masa inkubasi atau dua minggu tidak ada lagi kasus baru di sebuah daerah. Penanganan difteri yang sangat krusial adalah pencegahan melalui imunisasi di setiap daerah.

Penyakit difteri yang disebabkan bakteri bakteri Coryne ini sudah lama terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia, dan cakupannya cukup tinggi. Penyakit yang ditandai dengan adanya membran di beberapa bagian tubuh seperti tenggorokan, telinga hidung, dan vagina ini menular lewat percikan ludah penderita langsung.

"Ketika merasakan tubuh tidak enak, demam, dan tenggorokan terasa sakit disarankan menggunakan masker," ujar Untung.

Bakteri ini tidak seperti virus influenza yang ada diudara, oleh karena itu penanganan di rumah sakit akan diisolasi untuk menghindari penularan.

Apabila membran terjadi di tenggorok dan menutupinya, maka akan dilakukan pembukaan lubang ditenggorok penderita agar biasa bernafas. Pada tingkat berat, maka bisa terjadi pendarahan di panca indera.

"Penyakit ini ada obatnya.,Dan jika sudah terkena, obatnya mencapai Rp20 juta. Oleh karena itu, pencegahan, yakni melalui imunisasi adalah yang terbaik," ujarnya sambil menjelaskan toksin atau racun yang dihasilkan bakteri ini menjadikan kelumpuhan pada kaki  tangan, ginjal dan jantung.

Istirahat sekitar dua minggu juga menjadi rekomendasi dokter agar pasien cepat sembuh. (MC Diskominfo Prov Jatim/non-Sti)