Virus Klowor dan Hama Wereng Coklat Ancam Panen Petani Indramayu

:


Oleh Baheramsyah, Selasa, 16 Januari 2018 | 20:03 WIB - Redaktur: Juli - 843


Indramayu, InfoPublik - Kondisi pertanaman padi di Indramayu pada awal 2018 sebagian besar masih hijau. Kondisi lahan pertanian banyak yang baru mulai tanam dengan umur rata-rata sekitar 10-20 hari.

Panen diperkirakan baru akan berlangsung awal April. Namun di tengah kondisi pertanaman padi tahun ini, petani masih dikhawatirkan ancaman virus klowor dan hama wereng cokelat dan tikus.

Kepala Seksi Harga dan Pasar Sub Divre Indramayu Pensilius Siburian mengatakan, pada musim tanam 2017, banyak lahan tanaman padi milik petani terserang virus klowor. Beberapa wilayah Indramayu yang terkena yakni, Kecamatan Jatibarang, Widasari, Gabus, Kroya, dan Kertasmaya.

Sebab menurut Pensilius, tanaman padi yang telah terserang virus klowor akan kerdil dan tidak berbuah, sehingga petani mengalami kerugian karena gagal panen. Petani umumnya belum mengetahui cara mengatasi virus tersebut, karena termasuk jenis penyakit tanaman yang baru.

“Akibat serangan virus tersebut, petani terpaksa tidak menanam padi sementara untuk mencegah serangan virus tersebut pada musim tanam selanjutanya,” katanya kepada wartawan saat kunjungan persgetering wartawan Perum Bulog di Indramayu, Jawa Barat, Selasa (16/1).

Soal penyarapan gabah, Pensilius memperkirakan kemungkinan baru akan banyak awal April mendatang seiring dengan petani yang panen. Untuk saat ini diakui, belum ada pengadaan gabah/beras, karena memang belum ada panen di Indramayu. Sub Divre Indramayu di 2018 menargetkan pengadaan sebanyak 89 ribu ton setara beras. 

Sementara salah seorang petani di Desa Tegak Girang Kecamatan Bango Dua Kabupaten Indramayu, Caya mengatakan, musim tanam lalu, lahan petani di sini banyak yang kena virus klowor, lahan saya yang terkena 2 bahu," katanya.

Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Akibat serangan virus tersebut Caya mengakui, kini biaya produksi usaha tani makin besar. Pasalnya, petani harus mengeluarkan biaya lain untuk membeli obat-obatan pencegah munculnya virus tersebut. Harganya sekitar Rp 180 ribu/bungkus.

Selain untuk biaya tersebut menurutnya, petani juga harus mengeluarkan dana untuk sewa traktor Rp800 ribu sekali pakai, untuk tandur Rp900 ribu, pupuk sebanyak Rp230 ribu, dan obat-obatan lain (pestida) untuk mencegah hama hawar daun sebesar Rp260 ribu dan pengendali wereng batang cokelat Rp110 ribu.

“Kalau seluruhnya, petani harus mengeluarkan biaya usaha tani Rp6 juta untuk menggarap satu bahu lahan. Belum nanti kalau untuk panen, saya harus keluarkan biaya Rp800 ribu untuk bayar tenaga perontokan padi,” katanya.