Pinisi Sukses Jadi Warisan Buaya Tak-benda Unesco

:


Oleh MC Kabupaten Bulukumba, Kamis, 7 Desember 2017 | 16:58 WIB - Redaktur: Tobari - 1K


Bulukumba. InfoPublik – Kabar gembira untuk masyarakat Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, di penghujung tahun 2017 ini ketika Pinisi telah mendapatkan pengakuan dunia internasional, dalam Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda Unesco di Jeju Island, Korea Selatan, Kamis (7/12).

Sidang tersebut telah menetapkan  usulan Indonesia yaitu Pinisi: Seni Pembuatan Perahu di Sulawesi Selatan (Pinisi: Art of Boatbuilding in South Sulawesi) ke dalam Unesco Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.

Dari naskah yang diajukan ke Unesco, dijelaskan bahwa Pinisi mengacu pada sistem tali temali dan layar sekuner Sulawesi. Pinisi tidak hanya dikenal sebagai perahu tradisional masyarakat yang tangguh untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia tetapi juga tangguh pada pelayaran Internasional.

Pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara Kepulauan. Pinisi adalah bagian dari sejarah dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Bulukumba dan wilayah nusantara pada umumnya.

Pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini, sudah dikenal setidaknya sejak 1.500 tahun lalu, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik. Saat ini pusat pembuatan perahu ini ada di wilayah Tana Beru, Bira Kabupaten Bulukumba.

Serangkaian tahapan dari proses pembuatan perahu mengandung nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian/presisi, keindahan, dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan. 

Penetapan Pinisi: Art of boatbuilding in South Sulawesi, ke dalam Warisan Budaya Takbenda Unesco merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional, yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini. 

Dengan penetapan Pinisi ini, maka Indonesia telah memiliki 8 elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Unesco. Tujuh elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012), dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015). Serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).

Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO mengadakan sidang pada tanggal  4 sampai dengan 9 Desember 2017 di Jeju Island, Korea Selatan, dan dihadiri oleh Duta Besar LBBP Perancis, Monaco dan Andora/Wakil Tetap RI di Unesco Hotmangaradja Pandjaitan, Duta Besar/Deputy Wakil Tetap RI untuk Unesco T.A Fauzi Soelaiman.

Serta Kasi Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Kemendikbud Hartanti Maya Krishna, Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto, Wakil Ketua DPRD Bulukumba Andi Zulkarnain Pangki, serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bulukumba Ahmad Januaris dan tim delegasi Indonesia lainnya. 

Dalam sidang tersebut, 24 negara anggota Komite membahas 6 nominasi untuk kategori List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding, serta 35 nominasi untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dari 175 negara yang sudah meratifikasi konvensi 2003 Unesco.

Sekretariat ICH Unesco menggarisbawahi tentang perlunya Indonesia membuat program untuk tetap menjaga ketersediaan bahan baku bagi keberlanjutan teknologi tradisional ini, yang diwujudkan dalam bentuk perahu yang berbahan baku utama kayu.

Selain itu sidang juga menilai perlunya program-program baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal  terkait dengan transmisi nilai tentang teknik dan seni pembuatan perahu tradisional ini kepada generasi muda.

Bersama dengan Pinisi, yang masuk dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, diinskripsi juga antara lain Organ Craftsmanship and music dari Jerman, Kumbh Mela, Festival keagamaan terbesar dari India yang dilaksanakan 12 tahun sekali,Art of Neapolitan Pizzaiuolo dari Italy, Traditional System of  Corongo’s water judges dari Peru. 

Hotmangaradja Pandjaitan mengatakan bahwa komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan Pinisi ke dalam daftar ICH Unesco.

Hal ini menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan daerah serta komunitas untuk memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Warisan Budaya Takbenda yang ada di wilayahnya masing-masing.

Terutama bagi pengembangan pengetahuan, teknik dan seni warisan budaya tak benda yang perlu dilestarikan di tanah air pada umumnya, seperti pembuatan perahu tradisional Pinisi ini.

Sementara itu, Wabup Tomy Satria Yulianto yang mengikuti sidang menyampaikan selamat untuk masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, dan Indonesia atas penetapan ini. Menurutnya, upaya mendorong Pinisi menjadi warisan budaya takbenda telah berhasil.

“Hasil penetapan ini menjadi bagian dari fase perjalanan Pinisi itu sendiri, kini pemerintah dan masyarakat memiliki tanggungjawab untuk terus melestarikannya, sehingga generasi selanjutnya akan tetap merasakan dan mengenal Pinisi,” pinta Tomy. (MC Bulukumba/Intan/A3/toeb)