LPSK Apresiasi Langkah Pemerintah Terbitkan PP No.43/2017

:


Oleh Yudi Rahmat, Rabu, 1 November 2017 | 14:06 WIB - Redaktur: Juli - 378


Jakarta, InfoPublik -  Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengapresiasi Iahirnya PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Korban Tindak Pidana.

Menurutnya, Lahirnya PP ini semakin memudahkan penegak hukum, termasuk LPSK, dalam tataran praktik/pelaksanaan pemenuhan hak anak korban tindak pidana untuk mendapatkan restitusi. 

"Karena dengan Iahirnya PP ini, pemenuhan hak restitusi bagi anak korban tindak pidana diatur secara lebih khusus. Sebab, sudah seharusnya kerugian yang diderita korban juga ditanggung pelaku dalam bentuk restitusi sebagai bentuk ganti rugi,” kata Semendawai di kantor LPSK, Cijantung, Jakarta Timur, Rabu (1/11).

Lantas, siapa pihak yang berwenang menilai besaran restitusi? Semendawai mengatakan, dalam PP ini disebutkan secara jelas, penyidik dapat meminta penilaian besaran permohonan restitusi kepada LPSK. Kemudian oleh penyidik, hasil penilaian dari LPSK itu dilampirkan pada berkas perkara kepada penuntut umum (diajukan dalam tahap penyidikan).

Begitu pula jika permohonan restitusi dilakukan pada tahap penuntutan. Penuntut umum dapat penilaian besaran restitusi kepada LPSK dan mencantumkan permohonan restitusi dalam tuntutannya.

"Permohonan restitusi bisa diajukan sebelum atau setelah putusan pengadilan. Sebelum putusan, diajukan melalui tahap penyidikan atau penuntutan,” ungkap dia. 

Sebelum adanya PP ini, menurut Semendawai, LPSK sudah berpengalaman dalam memfasilitasi restitusi bagi korban tindak pidana, termasuk anak korban. Hal itu sesuai kewenangan LPSK berdasarkan Pasal 12A huruf J UU Nomor 31 Tahun 2014, bahwa

"Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggungjawab pelaku pidana," jelasnya.

Pada periode Januari-Oktober 2017, LPSK setldaknya memfasilitasi 82 permohonan restitusi, yang terbagi atas tindak pidana perdagangan oran sebanyak 73 pemohon, tindak pidana penyiksaan sebanyak 3 (tiga) pemohon, dan tindak pidana umum lainnya sebanyak 6 pemohon.

Sebelum tahun 2017, LPSK juga telah memfasilitasi sebanyak 156 permohonan restitusi, terbagi atas TPPO sebenyak 145 pemohon, kekerasan seksual sebanyak 2 (dua) pemohon dan tindak pidana umum Iain sebanyak 9 pemohon. 

Khusus kasus dimana permohonan restitusinya difasilitasi LPSK dengan anak sebagai korban tindak pidana, antara lain pada kasus TPPO dengan korban YS di Nusa Tenggara Timur. YS menjadi korban TPPO sampai ke Malaysia. YS mendapatkan layanan dari LPSK berupa pemenuhan hak prosedural dan fasilitasi restitusi. Total restitusi yang diminta Rp238 juta dan restitusi yang berhasil didapat sebesar Rp27,5 juta.

Sedangkan untuk kasus TPPO di salah satu tempat spa di Bali dengan korban 15 orang, yang 9 orang korban di antaranya merupakan anak, para anak korban tindak pidana itu mendapatkan restitusi sebesar Rp.49,7 juta yang difasilitasi LPSK dan Kejaksaan RI.

Semendawai menuturkan, fasilitasi permohonan restitusi yang dilakukan LPSK pada kasus tersebut, selain mengacu kepada UU Perlindungan saksi dan Korban, dalam pelaksanaannya juga berlandaskan PP tentang bantuan, Kompensasi dan Restitusi Nomor 44 Tahun 2008, dan UU lain terkait tindak pidana dimaksud. 

"Dengan lahirnya PP tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak Roman Tindak Pidana, semakin memudahkan penegak hukum, termasuk LPSK dalam memperjuangkan hak anak korban tindak pidana mendapatkan haknya berupa restitusi," kata dia.