Komisi II DPR RI Sambangi Pemprov Jatim

:


Oleh MC Provinsi Jawa Timur, Jumat, 6 Oktober 2017 | 08:27 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 214


Surabaya, InfoPublik - Komisi II DPR RI mendatangi Pemprov Jawa Timur. Kedatangannya untuk mencari masukan tentang  materi pembahasan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perpu) nomor 2 tahun 2017, tentang Organisasi Masyarakat (Ormas).

Rombongan Komisi II Ketua Zainudin Amali dan Wakil Ketua Komisi II Fandi Utomo ini langsung ditemui Sekdaprov Achmad Sukardi di kantor pahlawan, Kamis Sore (5/10).

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Fandi Utomo mengatakan, kedatangan rombongan Komisi II kali ini, karena memang ada beberapa ormas yang hanya tercatat di pemerintahan daerah.

Setidaknya sekitar ada 349 Ribu Ormas yang ada di Indonesia. Juga ada tiga ribu lebih yang hanya terdaftar di Pemprov Jatim dab tujuh ribu ormas yang hanya terdaftar di Kabupaten/Kota. Selain itu ada enam ribu Ormas yang tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut Fandi, rapat yang digelar di Pemprov Jatim ini dalam rangka mendengar masukkan ke Komisi II. Sementara penjelasan dari pihak pemprov, Perpu No 2 Tahun 2017 ini, dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Jawa Timur.  Hal ini disampaikan langsung Sekretaris Daerah (Sekdaprov) Jatim Achmad Sukardi.

Sementara dalam dinamika pembahasan Perpu tersebut di DPR, mulai dapat dilihat dari permintaan penjelasan tambahan kepada Pemerintah atas penjelasan yg sudah diberikan oleh Pemerintah kepada DPR, beberapa waktu lalu.  Permintaan penjelasan tambahan itu dijelaskan oleh Fandi terkait sejumlah hal.

Setidaknya beberapa poin penting dalam perpu no 2 tahun 2017 yang patut jadi perhatian khusus ini. Karena, beberapa masukkan dari masyarakat yang diterima oleh DPR.

Pertama terkait proses hukum yang berlakukan kepada ormas yang melanggar. Di UU 17 tahun 2013, bagi ormas yang melanggar, pemerintah yang membawa ke pengadilan. Kemudian, pembubarannya setelah ada putusan dari Pengadilan.

Sementara, di Perpu nomer 2 tahun 2017, ketika ada ormas yang melanggar, pemerintah bisa langsung membubarkan dan baru diberikan kesempatan untuk menempuh jalur pengadilan.

"Pendekatan yang gunakan dua perangkat hukum ini berbeda. Pada UU 17 tahun 2013, pendekatan yang digunakan lebih kepada pembinaan dan implementasi Pasal 28 UUD 1945. Sedangkan, pada Perpu nomer 2 tahun 2013, pendekatanya lebih pada kedulatan negara,"ujarnya Fandi.

Masih kata anggota DPR RI Dapil 1 (Surabaya-Sidoarjo), Ormas yang seharusnya menjadi wadah atau sarana pembinaan kolektif Civil Society, dalam perppu ini Ormas dapat dipandang pula sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara, Pancasila dan Binneka Tunggal Ika.

Kemudian terkait sanksi pidana, dalam Perpu no 2 tahun 2017, sanksi pidana ini melekat kepada seluruh anggota ormas yang melanggar itu tidak terbatas pada pimpinan ormas saja. Misalnya, kata Fandi, ada ormas yang memiliki anggota seribu orang, maka ketika ormas tersebut dinyatakan melanggar dan dilarang maka sanksi pidana ini berlaku kepada seribu orang anggota tersebut.

Selanjutnya terkait kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang disebut dalam Perpu tersebut. Termasuk didalamnya yang sangat penting adalah soal interprestasi Pancasila sesuai yang disebut dalam Pasal 59 angka 4 Huruf C.

"Ada frasa tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pernyataan bertentangan Pancasila ini khan sesuatu yang tidak operasional karena Pancasila ini khan sumber hukum atau dalam dalam filsafat adalah sesuatu yang bersifat ontologis. Dia tidak bisa ketemu aksiologinya kalau tidak diturunkan,"ujarnya

Nah, dimana aksiologinya, aksiloginya ada dalam konstitusi. Maka sebetulnya ini ada satu persoalan dimana rakyat secara langsung harus hidup di pancasila.  Padahal penjelasan bagaimana rakyat hidup di bawah Pancasila, bisa dinyatakan dua hal yakni, pancasila sebagai sumber hukum dan pancasila sebagai norma dan etik dan kolektif bangsa. Jika berbicara undang-undang, maka Pancasila harus menjadi sumber hukum. (MC Diskominfo Prov Jatim/non-pca/eyv)