Titik Berat Proyeksi Pembangunan Indonesia pada Kesejahteraan Sosial

:


Oleh lsma, Senin, 28 Agustus 2017 | 09:53 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Pada 2045, bertepatan Hari Kemerdekaan ke-100, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,7 juta jiwa, dengan Angka Kelahiran Total 1,9, Angka Harapan Hidup 72,8 tahun, Rasio Ketergantungan sebesar 50,2 persen, serta jumlah penduduk lanjut usia mencapai 42,8 juta.

“Indonesia yang kita inginkan ke depan, adalah Indonesia dengan pembangunan yang berpusat pada manusia, penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas, bonus demografi yang bermanfaat, urbanisasi dan migrasi yang terkendali, persebaran penduduk dengan mempertahankan daya dukung lingkungan, perlindungan sosial yang mantap dan berkelanjutan, juga tatanan sosial politik yang stabil, dan peran maksimal dalam pembangunan internasional,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (27/8).

Sebagai negara keempat dengan penduduk terbesar bergeser menjadi urutan kelima pada 2045 dan ketujuh pada 2085. Pada 2045 pula, penduduk dunia yang diperkirakan mencapai 9,45 miliar akan menghadapi sepuluh isu besar, yaitu kemajuan teknologi, perubahan iklim, persaingan sumber daya alam, kelas pendapatan menengah, keuangan global, perdagangan internasional, urbanisasi global, demografi dunia, perubahan geoekonomi, dan geopolitik. 

Sebanyak 69,1 persen masyarakat Indonesia diperkirakan tinggal di perkotaan pada 2045, sementara pada 2035, hampir 90 persen penduduk di Jawa tinggal di perkotaan, dengan konsentrasi kepadatan penduduk sebesar 76 juta jiwa berada di wilayah Jakarta dan Bandung. Di daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku, lebih dari separuh penduduk masih tinggal di wilayah perdesaan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan inklusif akan menghasilkan sekitar 255 juta orang berpendapatan menengah pada 2045. 

Di bidang ketenagakerjaan, Indonesia memiliki sejumlah tantangan, di antaranya kualitas dan daya saing tenaga kerja rendah, penciptaan lapangan kerja yang belum optimal, hubungan penawaran dan permintaan yang masih lemah, underemployment tinggi, hubungan industrial kurang harmonis, dan cakupan kepesertaan Jaminan Sosial Nasional Ketenagakerjaan belum optimal.

Untuk itu, pemerintah menyiapkan tiga tahap reformasi ketenagakerjaan. Periode pertama, 2016—2025, fokus pada reformasi peraturan ketenagakerjaan menuju reformasi pasar kerja yang fleksibel dan kebijakan transisi tenaga kerja formal dari informal, dengan sasaran percepatan pelaksanaan wajib belajar dua belas tahun, zero Lulusan SMP, penguatan relevansi program pendidikan dan pelatihan, serta perluasan pelatihan berbasis kompetensi mendukung transformasi ke arah industri manufaktur. 

Periode kedua, 2026–2035, target utama adalah melanjutkan transformasi industri ke industri manufaktur, meningkatkan produktivitas pertanian, memperkuat daya saing sektor jasa ekonomi kreatif, memperluas transisi tenaga dari informal ke formal, memperkuat kelembagaan dan perluasan akses pelatihan, pendidikan, pemagangan, dan kewirausahaan berbasis kompetensi, serta memperkuat relevansi tenaga kerja lulusan sarjana terkait bidang inovasi dan teknologi informasi.

Periode ketiga, 2036—2045, membidik implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional pekerja informal (bukan penerima upah), pencapaian tenaga kerja formal 85 persen, penerapan regulasi ketenagakerjaan yang lebih fleksibel dengan menitikberatkan keseimbangan perlindungan pekerja dan pemberi kerja, perluasan sistem pemagangan, keterkaitan erat antara sistem pelatihan dan kebutuhan industri, serta sertifikasi keahlian di seluruh sektor dan penerapannya di pasar kerja

 “Indonesia harus mampu menciptakan lapangan kerja yang baik, memastikan adanya kecocokan antara pendidikan calon tenaga kerja dengan kebutuhan industri, menargetkan zero unskilled workers, mewujudkan transisi tenaga kerja dari sektor informal ke sektor formal serta dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian, serta mengimplementasikan payung hukum ketenagakerjaan yang mendukung hubungan industrial yang baik,” tegas Menteri Bambang. 

Terkait pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan, sasaran Indonesia adalah menurunkan ketimpangan dan penduduk di bawah garis kemiskinan sebesar lima persen pada 2025 dan zero poverty pada 2045. Strategi periode pertama pada 2016—2025 adalah pengembangan inovasi dan teknologi dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan penghidupan berkelanjutan, peningkatan keuangan inklusif, serta perkuatan usaha UMKM dan Koperasi melalui akselerasi keragaman sumber pembiayaan.

Untuk periode kedua, yakni 2026-2035, Indonesia fokus pengembangan inovasi serta sarana dan prasarana layak di wilayah perdesaan, peningkatan keahlian berbasis kompetensi bagi pekerja muda di kelompok 40 persen terbawah, perbaikan sistem perpajakan dan tata kelola pemerintahan daerah, pengembangan layanan dasar dan penghidupan bagi penduduk lansia, penumbuhan wirausaha sosial secara berkelanjutan. 

Pada periode ketiga, yaitu 2036-2045, strategi dikerucutkan pada peningkatan inovasi pelayanan dasar untuk memastikan pencapaian zero poverty, pengembangan jaminan sosial dengan skema long term care untuk usia tua dan employment guarantee untuk semua masyarakat, pencapaian target pekerja informal menjadi hanya 20 persen dari total pekerja, juga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang berdaya saing tinggi melalui pemanfaatan iptek dan inovasi.

Untuk mengembangkan UMKM dan koperasi, pemerintah berkomitmen untuk menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan agar Koperasi dan UMKM memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha. Pengembangan usaha juga akan dilakukan dengan pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan inovasi, kemampuan, dan daya saing. Strategi tersebut akan tercapai melalui basis data yang komprehensif, serta sinergi dukungan antar kementerian/lembaga serta dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, juga seluruh masyarakat Indonesia. 

Selain itu, untuk pemerataan pembangunan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pemerintah akan menerapkan kebijakan afirmatif dalam menerapkan alokasi dan distribusi sumber daya pada daerah yang tertinggal.

“Strategi pemerataan pembangunan Indonesia pada 2045, antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia, perkuatan basis-basis perekonomian kawasan timur Indonesia dengan melakukan revitalisasi desa, pengembangan kota-kota baru dan pusat-pusat produksi dan perdagangan, perkuatan rantai industri hulu hilir produk unggulan berbasis sumber daya lokal, pengembangan pusat-pusat penelitian dan inovasi, pembangunan pembangkit dan jaringan listrik, pengelolaan sumber air baku dan jaringan air bersih, serta penyediaan prasarana dan sarana transportasi, informasi dan komunikasi,” tutup Menteri Bambang.