Kementan Targetkan Peremajaan 2,4 Juta Hektar Kebun Sawit Rakyat

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 11 Agustus 2017 | 09:31 WIB - Redaktur: Juli - 351


Jakarta, InfoPublik – Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan peremajaan (replanting) perkebunan kelapa sawit, khususnya milik perkebunan rakyat seluas 2,4 juta hektar. Namun karena keterbatasan anggaran untuk 2017 ini, maka akan dilakukan secara bertahap. Untuk saat ini baru sekitar 22 ribu hektar

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Bambang mengatakan, total luas perkebunan kelapa sawit rakyat 4,7 juta hektar, dari luas tersebut pemerintah akan melakukan replanting seluas 2,4 juta hektar .

"Replanting kebun sawit rakyat yang 2,4 juta hektar ini wajib dan harus dikerjakan, namun karena keterbatasan anggaran kita akan melakukanya secara bertahap. Minimal setiap tahun dilakukan replanting sekitar 200 ribu hingga 300 ribu hektar, ini biar cepat selesai,” ujar Bambang dalam sambutan pada  acara peluncuran buku dan diskusi Prospek Benih Sawit di Menara 165 Jakarta, Kamis (10/8).

Program peremajaan ini menggunakan anggaran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di bawah Kementerian Keuangan. Memang alokasi anggaran untuk peremajaan 22.000 hektare ini masih jauh dari kebutuhan nasional. Meski demikian menurutnya, pemerintah bakal tetap melanjutkan peremajaan kebun dengan memilih lokasi dan daerah prioritas.

Selain itu diharapkan juga peran dari lembaga terkait seperti perbankan dan perusahaan perkebunan swasta sebagai penjamin kelangsungan perawatan tanaman sawit yang diremajakan.

"Karena kami tidak ingin juga setelah mendapatkan dana dari BPDPKS itu, tanamannya tidak terawat dan tidak berlanjut," katanya.

Selain itu, lanjut Bambang, kebun sawit rakyat harus segera dibenahi karena masih banyak yang belum memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), ada sekitar 1,7 juta hektar kebun sawit rakyat yang belum bersertifikat dan 1,5 juta hektar di lahan gambut juga belum bersertifikat. Hal ini karena bersinggungan dengan kawasan hutan sehingga belum bisa disertifikasi.

“Ke depan semua harus sudah selesai dilakukan sertifikasi karena pasar internasional hanya mau membeli sawit yang bersertifikasi dan sertifikasi ini tujuanya untuk memperkuat pasar sawit kita, karena sudah dipercaya oleh dunia,” katanya.

Sebelumnya Direktur Utama BPDP Sawit Dono Boestami, mengatakan pembiayaan program replanting memang belum terlalu besar dianggarkan karena alokasi pembiayaan masih lebih besar untuk program biodiesel. “Program biodisel itu pembiayaannya hingga 90 persen, sedangkan replanting baru mencapai 5 persen dan untuk biaya promosi dan penelitian 0,5 persen,” katanya

Pembiayaan program biodiesel besar karena sejak 2014, harga kelapa sawit jatuh seiring rendahnya permintaan dari pasar global. Akibatnya, produksi yang berlimpah harus dibakar di dalam negeri melalui peningkatan program biodiesel. “Kalau replanting kita tergantung arahan dari Kementerian Pertanian berapa lahan yang mendesak,” kata Dono.

Kebanyakan lahan yang direplanting berada di Sumatra karena rata-rata tanamannya sudah berumur tua, berkisar 20–25 tahun sehingga produksinya mulai turun menjadi kurang dari 10 ton per hektare.