9 Tahun LPSK, Hasilkan Sejumlah Pencapaian Positif

:


Oleh Yudi Rahmat, Rabu, 9 Agustus 2017 | 08:31 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 427


Jakarta, InfoPublik - Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan memasuki usia ke-9 tahun LPSK, sejumlah pencapaian positif baik terkait LPSK sebagai lembaga, maupun upaya perlindungan terhadap hak-hak saksi dan korban.

Menurutnya berdirinya LPSK pada 8 Agustus 2008 merupakan amanat dari UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Per1indungan Saksi dan Korban. "Meski perjalanan 9 tahun tidak mulus, namun alhamdulilah sudah banyak perkembangan positif terkait perlindungan saksi dan korban selama lembaga ini berdiri,” ujar Semendawai di Kantor LPSK Ciracas Jakarta Timu, Selasa (8/8).

Terkait regulasi, LPSK berperan dalam penyusunan beberapa regulasi, terutama pada poin yang terkait dengan hak-hak saksi maupun korban. Semendawai menjelaskan untuk regulasi terkait Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK juga turut berperan dalam penyusunan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang disempumakan (UU 31/2014).

Adanya penyusunan dan penyempurnaan terkait Perlindungan Saksi dan Korban, menurutnya, semakin memberikan kepastian akan terpenuhinya hak-hak saksi dan korban. Meski cukup memberikan semangat baru dalam pemenuhan hak saksi dan korban, namun harus diakui UU 13/2006 masih memiliki kekurangan sehingga LPSK mendorong revisi UU tersebut dan perjuangan tersebut berhasil di tahun 2014 atau di usia LPSK ke-6 tahun.

“LPSK akan terus mendorong terjaminnya hak-hak saksi dan korban oleh regulasi dengan cara turut serta dalam pembahasan atau penyusunan regulasi seper’ti dalam RUU Terorisme dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual”, ungkap Semendawai.

Adanya penyempumaan UU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU 31/2014 tentunya turut memberikan dampak positif terkait kelembagaan LPSK sendiri.

Semendawai mengenangkan ketika awal berdiri dimana sumber daya, baik manusia maupun fasilitas, yang bisa menunjang tugas dan fungsi LPSK memberikan pemenuhan hak saksi dan korban masih minim. Namun perlahan LPSK bisa membangun sumber daya tersebut, mulai dari penambahan personel besena pelatihan-pelatihannya. Dan kelembagaan LPSK menjadi semakin mantap ketika UU 31/2014 menjelaskan bentuk kelembagaan LPSK adalah Kesetjenan.

“Dengan bentuk kelembagaan seperti itu tentunya LPSK berimbas terhadap keleluasaan LPSK dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dikarenakan LPSK menjadi mandiri baik dalam pengelolaan anggaran maupun dalam pembinaan organisasi,” jelas Semendawai.

Meskipun banyak pencapaian positif, namun dukungan negara terhadap LPSK dan upaya pemenuhan hak saksi dan korban tetap harus ditingkatkan. Hal ini bisa dilihat dari rendahnya anggaran yang dimiliki LPSK, sementara lingkup wilayah kerja LPSK sangat luas, yakni skala nasional. Perhatian kepada saksi dan korban bahkan lebih rendah dibandingkan perhatian kepada pelaku kejahatan, misalnya terkait anggaran pemasyarakatan yang mencapai 2,2 trilyun rupiah di tahun 2017 ini.

“Sementara anggaran LPSK tidak sampai 5% dari jumlah anggaran untuk pemasyarakatan. lni tentunya sangat ironis karena korbanlah yang mengalami kerugian dari suatu tindak pidana. Kami berharap di tahun-tahun berikutnya perhatian kepada saksi dan korban ditingkatkan oleh negara,” pungkas Semendawai.