Kemkominfo Jelaskan Alasan Blokir Telegram

:


Oleh Yudi Rahmat, Rabu, 19 Juli 2017 | 09:33 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan alasan pemblokiran akses aplikasi telegram, karena telah ditemukan konten yang tidak sesuai dengan perundang-undangan, terutama yang menyangkut penyebaran radikalisme dan terorisme.

Plt Kabiro Humas Noor Iza menjelaskan ditemukan konten-konten tersebut maka Kementerian Kominfo mengirim permohonan kepada pihak Telegram untuk membersihkan konten tersebut dari seluruh kanal yang difasilitasi oleh pihak Telegram. Komunikasi telah mengirim email sebanyak enam kali sejak 29 Maret 2016 sampai 11 Juli 2017 kepada pihak Telegram.

"Keputusan untuk melakukan pemblokiran terhadap ribuan konten Telegram dilaksanakan setelah mempertimbangkan ketiadaan niat baik dari Telegram, sejak dikirimkan email ke-6 dari hari selasa tanggal 11 Juli 2017 s.d. hari Kamis malam tanggal 13 Juli 2017."ungkapnya melalui siaran pers, Senin(17/7).

Dengan tidak adanya tanggapan dari pihak Telegram, lanjut Noor, maka Kementerian Kominfo memutuskan untuk melakukan pemblokiran terhadap layanan Telegram versi web yang berisi ribuan konten radikalisme dan terorisme. Kemkominfo pada tanggal 14 Juli 2017 pukul 11.30 memerintahkan kepada seluruh Internet Service Provider (ISP) untuk memblokir 11 Domain Name System (DNS) terkait dengan layanan Telegram berbasis web. "Sebelum mengambil keputusan untuk memblokir, Kementerian Kominfo sekali lagi melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholders yang menangani isu radikalisme dan terorisme."katanya

Sementara itu, pihak CEO Telegram pada hari minggu (16/7) pukul 07.00 wib, CEO Telegram atas nama tim telegram menyampaikan permohonan maaf dan mengakui telah menerima email komunikasi dari Kemkominfo meski sebelumnya mengatakan belum menerima email laporan dari Kementerian Kominfo. Selanjutnya CEO Telegram berkomitmen untuk membuka jalur komunikasi dengan Kemkominfo.

Sementara itu, Menteri Kominfo Rudiantara mengatakan pihaknya telah menerima email mengenai permintaan maaf dari Pavel Durov, CEO Telegram. Durov telah menindaklanjuti yang diminta oleh Kementerian Kominfo dan mengusulkan komunikasi khusus untuk proses penanganan konten negatif khususnya radikalisme/terorisme.

“Saya sudah menerima email mengenai permintaan maaf dari Pavel Durov, CEO Telegram, rupanya dia tidak menyadari adanya beberapa kali permintaan dari Kementerian Kominfo sejak 2016. Saya mengapresiasi respon dari Pavel Durov tersebut dan Kementerian Kominfo akan menindakanjuti secepatnya dari sisi teknis detail agar SOP bisa segera diimplementasikan”ungkapnya

Berdasarkan pernyataan CEO Telegram tersebut, Kemkominfo menindaklanjuti dengan memberi jawaban untuk meminta pihak telegram menyiapkan tim teknis dan administrasi guna mendukung proses komunikasi dan koordinasi secara lebih intens.  "Kemkominfo sangat menghargai tanggapan, niat, dan keinginan Telegram untuk membangun kerjasama dengan Kemkominfo."ujar Menkominfo.

Setelah diterimanya komunikasi dari Telegram kepada Menteri Kominfo, maka segera dilakukan tindak lanjut berupa penyiapan SOP secara teknis (proses, SDM, organisasi dsb). Menurut Noor,  Kemungkinan dibuatnya Government Channel agar komunikasi dengan Kementerian Kominfo lebih cepat dan efisien. Kemkominfo akan meminta diberikan otoritas sebagai Trusted Flagger terhadap akun atau kanal dalam layanan Telegram.

Kemkominfo akan meminta Telegram membuka perwakilan di Indonesia. Untuk proses tata kelola penapisan konten, Kemkominfo terus melakukan perbaikan baik proses, pengorganisasian, teknis, maupun SDM.

Noor mengatakan, Kebijakan untuk melakukan penapisan konten radikalisme dan terorisme merupakan tindak lanjut dari penanganan terhadap isu – isu yang mengancam keamanan negara terlebih mulai terjadinya perubahan geopolitik dan geostrategis di Asia Tenggara terutama peristiwa yang terjadi di kota Marawi, Filipina Selatan. "Isu keamanan negara menjadi perhatian Presiden secara khusus dan Presiden mendukung untuk melakukan penindakan terhadap konten – konten yang bisa  mengancam keamanan negara."ungkapnya