KKP akan Optimalkan Pulau Lusi Sebagai Wisata Mangrove

:


Oleh Baheramsyah, Jumat, 7 Juli 2017 | 15:40 WIB - Redaktur: Juli - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat, akan mengelola Pulau Lumpur Sidoarjo (Lusi) sebagai Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM).

"PRPM tersebut akan digunakan untuk pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dengan tema pemanfaatan, penelitian dan pembelajaran serta pelestarian mangrove," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (7/7).

Hal tersebut dilakukan, karena menurutnya selama ini kegiatan wisata di Pulau Lusi belum terkelola dengan baik karena sejak awal sejarah terbentuknya pulau ini adalah sebagai lahan pembuangan lumpur porong, bukan didesain sebagai destinasi wisata.

Diungkapkan, sudah sepuluh tahun silam bencana semburan lumpur panas terjadi di Porong, Sidoarjo yang mengakibatkan sekitar 19 desa tenggelam. Selama hampir 5 (lima) tahun lumpur yang meluap dibuang ke Sungai Porong, lalu aliran sungai menghantarkan lumpur yang kemudian membentuk pulau baru di pesisir timur Sidoarjo.

Kemudian warga sekitar menamakan pulau yang baru terbentuk dengan sebutan Pulau Sarinah atau Pulau Lusi. Pulau yang terbentuk dari hasil sedimentasi lumpur biasanya tidak terdapat tumbuhan di atasnya, sehingga hasil kerukan tersebut ditimbun/direklamasi di area pembuangan yang dikelilingi oleh konstruksi Jetty sehingga membentuk hamparan tanah yang berbentuk pulau yang saat ini dikenal dengan Pulau Lumpur Sidoarjo (Pulau Lusi). 

Menurut Brahmantya, pulau reklamasi hasil timbunan lumpur pengerukan muara Sungai Porong ini memiliki luas total 94,00 Ha. Di dalam lahan reklamasi tersebut juga dibangun Tambak Wanamina seluas 4,90 Ha yang tujuan awalnya adalah untuk memantau perilaku biota ikan, apakah ada pengaruh lumpur terhadap kehidupan ikan dimuara, dan berdasarkan hasil pengamatan selama 3 (tiga) tahun berjalan, ikan tetap dapat hidup dengan baik bahkan telah berhasil memproduksi ikan bandeng. Sedangkan sisa lahan seluas 89,10 Ha belum dimanfaatkan secara optimal.

Brahmantya menambahkan, proses serah terima aset dari BPLS kepada KKP telah dirintis sejak tahun 2015, namun proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dikarenakan beberapa kendala proses administrasi terkait penilaian asset pulau serta pengurusan kepemilikan atas tanah Pulau Lusi sehingga baru teralisasi secara resmi pada januari 2017.

Selama kurun waktu proses serah terima asset tersebut, KKP pada tahun 2015 telah melakukan beberapa sentuhan pembangunan di Pulau Lusi dalam rangka pengembangan PRPM di Pulau Lusi antara lain: pedestrian track, tracking mangrove, gazebo, menara pandang, kantor pengelola, rumah genset, WC dan instalasi pengolahan air. 

"Namun pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan lanjutan terhenti dan vakum pada tahun 2016 dikarenakan menunggu kejelasan status proses alih fungsi lahan Pulau Lusi dari BPLS kepada KKP secara resmi," ujarnya.

Selain itu di 2017 ini, pihak KKP akan melakukan sertifikasi lahan bekerja sama dengan BPN, agar status pemilikan dan penguasaan lahan sebagai aset KKP bisa jelas.

Ditjen PRL KKP juga sedang mempersiapkan kelembagaan pengelolaan dan kelompok masyarakat, berkerja sama dengan Pemda Sidoardjo dan Dinas KP Provinsi Jawa Timur untuk membentuk kelompok pengelola pemeliharaan berbagai flora dan manajemen aset yang sudah ada dan pengembangan ekowisata di Pulau Lusi juga harus memperhatikan kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat setempat.

Informasi keberhasilan pemanfaatan Tambak Wanamina akan menjadi salah satu potensi atraksi wisata yang akan dikembangkan KKP dalam konsep PRPM Pulau Lusi kedepan.

Minawisata di Pulau Lusi dapat dikembangkan dengan memanfaatkan kondisi pasang surut bagi optimalisasi kolam untuk kegiatan pemancingan dan kedepan pola silvofisheries dapat menjadi pilihan sebagai salah satu daya tarik ekowisata Pulau Lusi, namun saat ini belum memiliki sarana sanitasi dan kebersihan yang memadai, demikian pula dengan keberadaan kios penjual makanan dan minuman masih belum tersedia. 

"Namun untuk pengembangan ke depan sebagai destinasi ekowisata, akan disediakan sarana dan prasarana sanitasi atau kebersihan, kios makanan dan minuman,  juga air bersih," tuturnya.