Hukuman Maksimal Predator Terkendala Pro Kontra Dokter dan Aktivis HAM

:


Oleh Yudi Rahmat, Rabu, 5 April 2017 | 11:23 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 827


Jakarta, InfoPublik - Pro dan kontra dokter melakukan kebiri bagi predator anak, maupun penolakan dari para aktivis hak asasi manusia, membuat hukuman maksimal bagi predator anak belum diterapkan.

Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan aturan yang bertujuan menambah efek jera bagi para pelaku kejahatan seksual anak. "Mulai dengan pemberatan sanksi pidana dan pengumuman identitas pelaku, ditambah ancaman hukum tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk pelaku dewasa," kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai, Rabu (5/4).

Aturan untuk memperberat hukuman bagi predator anak sudah dituangkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hanya saja, penerapannya yang belum terlihat.

Semendawai mengakui sampai saat ini masih ada pro dan kontra, baik dari dokter yang diminta melakukan kebiri bagi predator anak, maupun penolakan dari para aktivis hak asasi manusia.

Di sisi lain ia menjelaskan meningkatnya angka kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada pihak kepolisian. Sebelumnya, kasus yang mendominasi laporan di Polri antara lain pencurian dengan pemberatan maupun pencurian dengan kekerasan. Namun belakangan, kasus kekerasan seksual anak mulai mencuat.

“Angka korban kekerasan tinggi, tapi masih ada dark number yang belum terungkap,” kata dia.