Atas Nama Agama Bangun Toleransi Di Maluku

:


Oleh MC Gereja Protestan Maluku, Senin, 3 April 2017 | 11:09 WIB - Redaktur: Kusnadi - 3K


Ambon, InfoPublik – Klasis Pulau Ambon Timur, Minggu (2/4) menggelar persidangan Klasis Kelima, sekaligus membangun toleransi di Maluku, dengan Jemaat GPM Latta mejadi tuan rumah. Persidangan tersebut dihadiri oleh para pelayan khusus seklasis Ambon timur, serta para undangan. 

Panitia Pelaksanaan Sidang Klasis Ambon timur mengemas secara baik dan begitu profesional, mulai dari acaranya hinga pernak-pernik sarana dan prasarana pendukung persidangan.

Negeri Latta terdiri atas dua komunitas, Salam (Islam) dan Kristen. Pada momen persidangan Klasis Ambon timur saudara Muslim turut terlibat pada acara serimonial dengan mengiringi para pelayan atau hamba Tuhan seklasis Ambon timur menuju gedung gereja Elohim Jemaat GPM Latta dengan melakonkan hadrat dan rebana.

Menariknya, saudara muslim melakonkan hadrat tidak sendirian, namun berkolaburasi bersama paduan Torompet Jemaat GPM Latta, iringan paduan nada Salam (Islam) dan Sarane (Kristen)  turut mengharmonisasikan kebhinekaan dan merawat betul Pancasila. 

“Kami yang ada di sini adalah anak-anak Maluku, bagian utuh dari Indonesia yang satu. Kami tidak mengenal perbedaan yang berujung permusuhan. Bagi kami perbedaan itu niat untuk tidak terpisahkan. Jadi kami tidak ingin dipisahkan apa pun alasannya,” ungkap Pdt.E.Maspaitella, Sekretaris Umum MPH Sinode GPM.

Pdt.E.Maspaitella menyatakan keyakinannya, masyarakat Ambon timur yang selama ini hidup berdampingan telah berpegang pada ajaran kebenaran, yaitu Salam-Sarane.  

Dikatakan, Salam-Sarane itu adalah satu. Satu leluhur, satu tanah pusaka, satu janji hidup, sampai tanah tutup mata.

“Atas nama agama. Ya, hari ini di tanah Ambon, di negeri Latta, di Jemaat GPM Latta, di Klasis Pulau Ambon Timur, atas nama agama, kami Salam-Sarane berdoa "berilah keadilan”,” ungkapnya.

Ia menambahkan, doa itu untuk anak cucu bumi raja-raja, untuk Indonesia. Doa itu atas nama agama.

“Ini demonstrasi sejati atas nama agama. Yaitu demonstrasi orang basudara yang berjanji Kami satu tidak terpisah. Kami junjung hidop orang basudara. Dan inilah kami, di sini. Di tanah yang hanya di sini agama itu ada,” pungkasnya.

Kami bersama dengan saudara muslim latta berkolaburasi dalam acara pembukaan Sidang Klasis Ambon timur. Merupakan momen istimewa bagi jemaat dan masyarakat latta karena untuk pertama kalinya jemaat GPM latta ditunjuk sebagai tuan rumah persidangan Klasis. Kami berharap keputusan persidangan Klasis Ambon timur akan melahirkan keputusan yang membuat GPM berdaya guna bagi pelayanan kedepan. Tutur Jack  Manuhuttu (Ketua Panitia Persidangan Sidang Klasis).

Penyambutan saudara Muslim Jemaah Nurul Huda Desa Latta dengan Hadrat Shalawat Badar dalam paduan yang harmonis dengan paduan torompet jemaat Latta adalah bukti hidup orang basudara (bersaudara) yang konkrit di Maluku. Menariknya Jemaah Nurul Huda bukan merupakan orang asli Ambon namun asal mereka dari Button (Sulawesi Tenggara) yang telah hidup sejad zaman dulu bersama masyarakat Kristen Latta.

Selaku Gereja sudah mesti dipikirkan model etika publik yang bersumber dari tradisi Salam (Islam) Sarane (Kristen) ini merupakan tugas dan gagasan kita bersama untuk mengaktualisasikannya di Maluku, tambah Pdt.Ny.M.Wattimuri,S.Th (Ketua Klasis Pulau Ambon Timur). 

Ketua Majelis Jemaat Latta Pdt.Edy.M.Rasam mengatakan bahwa perbedaan itu indah karena perbedaan itu anugerah, karena itu gereja sebagai penerima anugerah  perlu menyaksikan kebaikan Tuhan yang menganugerahkan perbedaan kepada semua orang. Perbedaan bukan awal dari konflik, ini hanya soal mengelolah perbedaan saja.

Namun Jemaat Latta (kristen) dan saudara Muslim (Latta) kita mau katakan buat Indonesia bahkan dunia ini jika perbedaan itu indah. Inilah teologi Gereja Orang Basudara (GPM) untuk menjawab Konteks yang sementara terjadi.(Mc Gereja Protestan Maluku/Kus).