Pemprov Jatim Bangun 16 Rumah Garam

:


Oleh MC Provinsi Jawa Timur, Jumat, 17 Maret 2017 | 10:12 WIB - Redaktur: Eka Yonavilbia - 564


Surabaya, InfoPublik - Kemarau basah yang kembali melanda sebagian besar wilayah Jatim, membuat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim membuat antisipasi agar produksi garam tahun 2017 tetap sesuai harapan.

Salah satu upaya yang kini dilakukan, yakni kembali membangun 16 unit rumah garam yang tersebar di sembilan kabupaten/kota, diantaranya Kabupaten Pamekasan, Bangkalan, Sampang, Lamongan, Tuban, Sumenep, Pasuruan dan Kota Pasuruan.

Kepala DKP Jatim, Heru Tjahyono, Jumat (17/3) mengatakan, tahun 2016 DKP Jatim telah membangun 46 rumah garam. Keberadaan rumah garam sangat dibutuhkan petani karena berhasil mempercepat produksi garam saat hujan berlangsung. Fungsinya adalah sebagai tempat mempercepat penguapan, sehingga garam mudah kering dan bisa segera dimanfaatkan.

Dikatakannya, pembangunan rumah garam akan dilakukan pada masing-masing kelompok petani garam dan tidak bersifat individu. Kegiatan ini disalurkan melalui program dana bantuan Pemberdayaan Usaha GaramRakyat (Pugar), dimana setiap kelompok tani harus memiliki lahan bersifat tetap dan melakukan aktivitas produksi garam secara kontinyu. Pugar sendiri merupakan salah satu program pemerintah guna membantu petani garam rakyat meningkatkan produksi garam, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Dalam pembangunan rumah garam, DKP Jatim mengalokasikan Rp 187 juta untuk satu unit bangunan. Dana tersebut selain untuk konstruksi bangunan juga melengkapi sejumlah alat yang ada di dalam bangunan.

Kepala Bidang Pesisir dan Pengawasan, DKP Jatim, Fathur Rozaq menambahkan, mengahadapi musim penghujan yang hingga pertengahan Maret, masih kerap turun. DKP Jatim telah memiliki skema antisipasi agar produksi garam tetap sesuai target. Diantaranya dengan memanfaatkan rumah garam seperti layaknya greenhouse pada pertanian. Dimana pengkristalan yang biasa dilakukan di luar ruangan, diganti di dalam ruangan.

Skema lain yang dapat dilakukan para petani adalah menandon air laut yang akan dijadikan garam. Sehingga ketika hujan turun tandon-tandon yang berisi air hujan itu akan ditarik untuk disimpan. Selanjutnya dikeluarkan kembali ketika cuaca panas. Kedua sistem inilah yang saat ini sangat mungkin untuk dilakukan oleh para petani garam, mengantisipasi gagalnya panen garam tahun 2017 akibat hujan yang masih turun hingga saat ini.

Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jatim, Ahmad Nawardi mengatakan, permasalahan yang kerap dihadapi masyarakat petani garam, yakni masih banyaknya sarana dan prasarana garam rakyat belum tertata dan kurang memadai. Tata letak pegaraman rakyat umumnya tidak teratur dan terpencar-pencar, sarana jalan yang menghubungkan petak atau lahan dengan jalan raya atau sungai sebagai sarana transportasi hampir dikatakan tidak ada atau tidak memadai.

Hal ini menyebabkan biaya angkut ke tepi jalan raya (transportasi ke atas truk pengangkut) menjadi tinggi, sehingga pendapatan pembudidaya garam pada umumnya menjadi lebih kecil karena dipotong biaya transport yang cukup besar.

HKTI Jatim mengapresiasi langkah yang dilalukan DKP Jatim dengan terus menambah pembangunan rumah garam. Hal itu tentunya akan meringankan beban yang harus ditanggung petani garam saat mereka harus menghadapi masalah baru, yakni dampak kemarau basah.

Menurutnya, musim kemarau di Pulau Jawa yang relatif pendek, yaitu berkisar empat sampai lima bulan pertahun dengan kelembaban yang tinggi, berdampak produktivitas garam pertahun rendah, sedangkan untuk Indonesia timur musim kemarau hingga tujuh sampai delapan bulan.

“Keberadaan rumah garam ini tentunya semakin membantu petani saat mereka mengahadapi masalah baru, karena menjadi solusi mempercepat kegiatan produksi garam rakyat,” ujarnya. (MC Diskominfo Prov Jatim/non-jal/eyv)