Separuh Guru Besar Berstatus tidak Aktif karena Menjabat di Tempat Lain

:


Oleh Astra Desita, Rabu, 22 Februari 2017 | 12:10 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 647


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) menyatakan bahwa separuh guru besar di Tanah Air berstatus tidak aktif karena menjabat di tempat lain.
"Jumlah guru besar kita mencapai 5.200, namun sebagian besar tidak aktif karena bertugas di tempat lain. Akibatnya mereka tidak bisa menyumbangkan tulisan untuk jurnal ilmiah," tegas Sekretaris Jenderal Kemristekdikti, Ainun Naim, pada acara Sosialisasi Perturan Menristekdikti No. 20 Tahun 2017 Tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan TunjanganKehormatan Profesor di Lingkungan Kemenristekdikti di Gedung D Senayan Jakarta, Selasa, (21/2).
Ainun mengatakan, para guru besar yang bertugas di instansi lain tersebut, tidak mempunyai kewajiban untuk menulis jurnal internasional sesuai dengan Permenristekdikti 20/2017 tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor.
Dalam Permenristekdikti tersebut dijelaskan bahwa lektor kepala harus menghasilkan sedikitnya tiga karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal nasional terakreditasi, dan satu karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional, paten, atau karya seni monumental/desain monumental.
Sementara kata Ainun, Lektor kepala yang tak dapat memenuhi karya ilmiah tersebut, dihentikan sementara tunjangan profesinya. Hal serupa juga berlaku untuk para profesor. "Hal ini bertujuan untuk meningkatkan publikasi ilmiah kita." Ainun mengatakan ada kecenderungan dosen lebih suka mengajar dibandingkan menulis karya ilmiah," tuturnya..
Ainun menambahkan, untuk meningkatkan produktivitas dosen tersebut, pihaknya juga akan mengoptimalkan mahasiswa pascasarjana yang terdiri dari 21.600 mahasiswa doktoral dan 239.000 mahasiswa pascasarjana. "Kami harapkan dengan upaya-upaya ini, jumlah publikasi ilmiah turut naik," harap Ainun.
Pada 2016, jumlah jurnal internasional Indonesia yang mencapai 9.000 penelitian masih kalah jauh dari Malaysia, Singapura dan Thailand. "Malaysia mampu menghasilkan sebanyak 23.000, Singapura 17.000 dan Thailand 13.000 penelitian," pungkas Ainun.