Perlu Perbaikan Ketat untuk Meningkatkan Peringkat Kemudahan Berusaha di Indonesia

:


Oleh Irvina Falah, Kamis, 16 Februari 2017 | 18:18 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 568


Jakarta - Kemudahan berusaha di Indonesia atau Ease of Doing Business (EODB) secara berangsur-angsur sudah menunjukan perbaikan menjadi peringkat 91 dari peringkat 106 pada tahun 2016. Presiden Joko Widodo mengapresiasi kenaikan peringkat ini walaupun Presiden membuat target yang lebih tinggi dari pencapaian yang sudah dilakukan.
 
Untuk mencapai target yang lebih baik itulah, hari ini, Kamis (16/2) dilakukan rapat koordinasi tentang EODB dengan mengundang kementerian / lembaga terkait. “Kita harus membuat terobosan. Kalau perbaikan yang kita lakukan hanya sedikit atau sama dengan tahun lalu, bisa jadi peringkat kita malah turun. Sebab negara lain membaik lebih cepat,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
 
Sesuai jadwal, untuk tahun 2017 ini World Bank kembali akan melakukan penilaian peringkat kemudahan berusaha di Indonesia dengan melakukan survey di 2 kota yaitu DKI Jakarta dan Surabaya. Untuk itu diperlukan upaya incremental dan pararel agar dapat mencapai peringkat yang lebih baik.
 
Dari 10 indikator kemudahan berusaha yang ditetapkan oleh World Bank, tidak semua indikator berada dalam peringkat 91. Masih ada 6 kegiatan yang peringkatnya sudah membaik, tapi masih di atas 100 seperti: enforcing contract (dari 171  menjadi 166), starting business (dari 167 menjadi 151), registering property (dari 123 menjadi 118), trading across border (dari 113 menjadi 108), dan paying taxes (dari 115 menjadi 104). Ada juga yang sudah dilakukan perbaikan serta kondisi di lapangan sudah berubah, tapi peringkatnya malah sedikit turun, seperti diungkapkan Darmin, seperti dealing with contract permit (dari 113 menjadi 116), resolving insolvency (dari 74 menjadi 76) dan protecting minority investors (dari 69 menjadi 70).
 
Untuk itu, lanjut Darmin, kita harus melakukan usaha yang lebih keras pada bidang-bidang yang peringkatnya di atas 100 agar bisa turun kearah peringkat 80an.
 
“Kita mulai merancang perbaikan-perbaikan terbaik yang bisa kita lakukan, kita ingin mengembangkan seperti  portal-portal dalam Indonesia National Single Window (INSW). Kalau tidak semua bisa dijadikan satu, ada beberapa kegiatan sejenis yang berhubungan bisa digabungkan. Kita harus bergerak ke online,” tutur Darmin.
 
Dengan menggabungkan beberapa prosedur dan perizinan, diharapkan dapat memangkas waktu pengurusan maupun biaya yang harus dikeluarkan. Ambil contoh untuk indikator starting a business, saat ini rata-rata pengurusan izinnya harus melalui 11 prosedur, dengan waktu sekitar 24 hari dan biaya Rp 2, 78 juta. Target yang baru, pemerintah akan memangkas prosedur hingga menjadi 9 prosedur, dengan lama pengurusan 9 hari dan biaya menjadi Rp 1,58 juta.
 
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofjan Djalil, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong, perwakilan dari berbagai kementerian/lembaga terkait serta perwakilan dari DKI Jakarta dan perwakilan kotamadya Surabaya.
 
Dalam rapat ini juga diingatkan kembali time-frame dan upaya perbaikan kemudahan berusaha di Indonesia untuk Tahun 2017. Pada bulan Maret, biasanya World Bank sudah akan mengirim kuestioner dan tim dari World Bank akan datang pada bulan Juni. Pengolahan data akan dilakukan hingga bulan Agustus dan ada kesempatan untuk mengklarifikasi temuan World Bank oleh pemerintah melalui teleconference. Pada bulan Oktober 2017 sudah akan mengeluarkan peringat kemudahan berusaha terbaru termasuk peringkat kemudahan berusaha di Indonesia. (ekon)
 
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Farah Heliantina
 
 
Email: humas.ekon@gmail.com
Twitter: @perekonomianRI 
Website: www.ekon.go.id