Keberadaan Hutan Tidak Dapat Dipisahkan dengan Kehidupan Masyarakat Riau

:


Oleh Prov. Riau, Jumat, 10 Februari 2017 | 10:01 WIB - Redaktur: Kusnadi - 345


Pekanbaru,  InfoPublik - Permasalahan terkait lingkungan hidup merupakan persoalan yang perlu diperhatikan dari waktu ke waktu. Hal ini perlu perhatian khusus karena meningkatnya pertumbuhan pembangunan di berbagai bidang yang dinilai kurang diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang baik. 

Untuk mencegah dan menghambat laju penurunan kualitas lingkungan hidup, maka diperlukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang memadai. Terpeliharanya kualitas dan fungsi lingkungan hidup secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab serta keterbukaan dan peran serta masyarakat.

Hal itu disampaikan Prof Dr Ir Thamrin MSc Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Riau (UR) pada acara Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup di Provinsi Riau Model Pengelolaan Bentang Alam Mandau Berkelanjutan yang bertempat Hotel Pangeran Pekanbaru, Rabu (8/2) kemarin. 

Dikatakan, keresahan pemerhati lingkungan terhadap kondisi maraknya perusakan lingkungan. Upaya perlindungan dan pelestarian alam menjadi kompleks, disebabkan maraknya aksi perusakan habitat yang juga diperburuk oleh terjadinya perburuan secara liar, perubahan iklim. Kondisi ini berdampak langsung bagi kehidupan satwa liar.

“Selain itu, adanya alih guna lahan akibat deforestasi menyebabkan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap karbon, yang juga berakibat pada rusak atau hilangnya habitat satwa liar, sehingga terjadi peralihan fungsi dari kawasan tersebut,” jelasnya, seperti dalam rilis yang diterima redaksi, Kamis (9/2).

Karena itu, Thamrin menyebut perlu adanya pemahaman akan kompleksitas masalah yang mengancam keberlangsungan hidup tumbuhan dan satwa liar yang kita miliki.

“Melalui kegiatan seminar ini,  kita berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh terhadap ancaman kelestarian keanekaragaman hayati kita dan dengan berbagai permasalahan lingkungan lainnya yang menjadikan wacana akan lingkungan menjadi salah satu isu dunia saat ini,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Al Azhar menegaskan keberadaan hutan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat Riau yang memegang adat Melayu. Untuk itu, pengelolaan hutan harus juga memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan agar kesejahteraan manusia ikut terjamin

“Kita sudah mendapat informasi tentang restorasi ekosistem ini 80 persen luas daratan di permukaan Riau sudah menjadi kawasan perkebunan dan perindustrian. selanjutnya, agar keterlibatan masyarakat dalam hal ini bisa maksimal. Jadi rerstorasi ekosistem Riau ini bisa membantu memulihkan kearifan lokal dan Melayu. Disamping juga memberikan sumbangan signifikan terhadap masyarakat local,” tambah Al Azhar.

“Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas, kearifan lokal juga merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Dalam hal ini, lingkungan alam dan manusia saling berkaitan dan saling memberi.  Alam merupakan tempat berguru, dan ketika alam sudah mulai rusak, maka manusialah yang akan menerima dampaknya,” jelasnya.

Nasib suku adat atau orang asli Riau terus terpinggirkan. Sejak industri-industri masuk, lahan dikapling untuk lahan konsesi. orang asli Riau kini kesulitan bercocok tanam secara tradisional. Mereka terpaksa harus mengikuti pola pertanian modern. 

“Suku adat atau orang asli Riau terus terdesak akibat industri pertambangan dan industri kehutanan. Masyarakat asli Riau ini selalu jadi korban industrialisasi sejak pembukaan ladang minyak pertama Riau. Terus tergusur seiring pembukaan kawasan hutan tanaman industri dan perkebunan sawit.’Mereka seolah terbuang di tanah negeri sendiri di zaman sekarang,” kata Al Azhar.

“Kondisi saat ini masyarakat adat asli Riau semakin terdesak. Perubahan ekologis dari masa ke masa, disesalkan masyarakat suku asli Riau. Padahal masyarakat melayu, kata Al Azhar, hidup selaras dengan alam. Bahkan 8o persen pantun pusaka Riau  berasal dari flora dan fauna yang berkaitan dengan alam, yang sejalan dengan petuah dari tokoh Tenas Effendy “barang siapa tidak berhutan tanah, hilang tuah habislah marwah, apabila hutan tanah sudah hilang hidup kita marwah terhilang,” tutupnya.

Acara yang diselengarakan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM UR) bekerjasama dengan Conservation Internasional Indonesia, Provinsi Riau dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menghadirkan pembicara dari Lembaga Adat Melayu (LAM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), PT Arara Abadi Sinarmas Forestry dan Akademisi Universitas Riau. (MC Riau/mad/Kus)