Industri Kemasan Plastik Jadi Rantai Pasok Penting Sektor Lain

:


Oleh Irvina Falah, Selasa, 7 Februari 2017 | 12:23 WIB - Redaktur: Irvina Falah - 505


Bekasi - Industri kemasan plastik berperan penting dalam rantai pasok bagi sektor strategis lainnya sepertiindustri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, serta elektronika. Berdasarkan Rencana IndukPembangunan Industri Nasional (RIPIN), Kementerian Perindustrian menetapkan industri plastik hilirsebagai sektor prioritas pengembangan pada tahun 2015-2019.

”Industri kemasan plastik yang merupakan sektor kimia hilir selama ini telah menjadi supply chain dariconsumer product. Industri ini pertumbuhannya cukup tinggi dan potensinya masih besar,” kata MenteriPerindustrian Airlangga Hartarto usai mengunjungi industri kemasan plastik PT Berlina Tbk. di KawasanIndustri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (6/2).

Kemenperin mencatat, jumlah industri plastik hingga saat ini mencapai 925 perusahaan yangmemproduksi berbagai macam produk plastik. Sektor ini menyerap tenaga kerja sebanyak 37.327orang dan memiliki total produksi sebesar 4,68 juta ton. “Permintaan produk plastik nasional mencapai4,6 juta ton dan meningkat sebesar lima persen dalam lima tahun terakhir,” ungkap Airlangga.

Untuk memacu kinerja industri plastik dalam negeri, Airlangga menyampaikan, pihaknya terus berupaya mengurangi ketergantungan bahan baku impor serta mendorong peningkatan kualitas, kuantitas maupun spesifikasi produk yang dihasilkan. “Sektor ini vital dengan ruang lingkup hulu, antara, hingga hilir yang dibutuhkan banyak industri lain dan memiliki variasi produk beragam,” tuturnya.

Oleh karena itu, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, Kemenperin terus berupaya meningkatkan daya saing industri plastik melalui berbagai kebijakan strategis, khususnya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan perdagangan bebas dunia.“Dalam menghadapi kendala pemenuhan bahan baku dan persaingan menghadapi MEA, salah satu langkahnya adalah pemberian fasilitasi melalui bea masuk ditanggung pemerintah(BMDTP),” ujarnya.

Dukungan lainnya, yakni melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), fasilitasi promosi dan investasi, penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), tata niaga impor, penguatan kegiatan penelitian dan pengembangan serta kebijakan lain yang mendukung peningkatan daya saing dan produktivitas.

“Kami juga mendorong agar pelaku industri plastik nasional mampu bersinergi dan terintegrasi melalui kerjasama antar stakeholders sehingga produk plastik dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu bersaing di pasar internasional,” papar Sigit.

Dalam kunjungannya ke PT Berlina Tbk., Menperin menyampaikan apresiasi kepada perusahaan yangberdiri sejak tahun 1969 karena rencana investasi dan serapan tenaga kerjanya. Hal ini akanmemberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.

CEO PT Berlina Tbk. Lim Eng Khim mengatakan, perseroan menargetkan akan menambah kapasitas sebesar40 ribu ton per tahun atau dua kali lipat dari sebelumnya dengan nilai investasi mencapai Rp100-150miliar. “Kami jaga utilitasnya 70-80 persen agar jika permintaan naik bisa kami genjot lagi. Selain itu,jumlah karyawan akan nambah sekitar 60 persen di 2017,” ujarnya.

Berlina memiliki empat pabrik di Pandaan-Jawa Timur, Tangerang-Banten, Cikarang-Jawa Barat danHefei-Tiongkok dengan jumlah penyerapan tenaga kerja secara grup sebanyak 2.187 orang. Perusahaanmenghasilkan beragam produk kemasan plastik dengan teknologi dan mesin termodern serta desain danpengembangan produk yang terlengkap. Jenisnya, antara lain berupa botol plastik, botol air galon, sikatgigi, mould, laminating tube dan plastik tube.

Pengenaan cukai

Sebelumnya, Menperin menegaskan bahwa rencana pengenaan cukai pada kemasan plastik akanmelemahkan daya saing dan menurunkan pertumbuhan industri nasional. Padahal, sektor manufakturtengah dipacu untuk mendongkrak perekonomian Indonesia melalui penerimaan devisa negara danpenyerapan tenaga kerja, untuk mendorong pemerataan bagi kesejahteraan masyarakat.

“Kalau cukai naik, industri bisa tergerus. Ini tentu mengkhawatirkan. Rumus ekonominya, jika ada pembebanan yang membuat harga lebih tinggi, permintaan akan turun, terutama untuk industri makanan dan minuman,” paparnya.

Menurut Menperin, peraturan pengenaan cukai tersebut berlawanan dengan kebijakan-kebijakan yangtelah dibuat untuk mengoptimalkan kinerja industri dalam negeri. “Industri makanan dan minuman,salah satunya yang akan sangat terdampak karena butuh plastik sebagai wadah pengemasan,” tuturnya.

Airlangga menyebut, sektor pangan, yang selama ini menjadi motor pertumbuhan industri nonmigas,diprediksi terhambat di tahun 2017. “Pada triwulan III tahun 2016, kinerja industri makanan danminuman tumbuh 9,8 persen, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya

Kementerian Perindustrian mencatat, terdapat empat subsektor industri yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan industri nonmigas pada triwulan III tahun 2016, yaitu industri makanan dan minuman sebesar 33,61 persen, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik sebesar 10,68 persen, industri alat angkutan sebesar 10,35 persen, serta industri kimia, farmasi, dan obat tradisional sebesar 10,05 persen.

Sementara itu, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Gati Wibawaningsih meminta pengenaan cukaiplastik ditunda pada 2017. Pengenaan cukai dianggap akan menjadi beban berat bagi pengembangandaya saing IKM nasional.

“Kami terus berupaya menggenjot pertumbuhan IKM di dalam negeri. Namun pengenaan cukai ini,dinilai berpotensi mengganggu laju pertumbuhan sektor mayoritas dari populasi industri di Indonesiatersebut,” paparnya. Apalagi, pemerintah tengah gencar memacu kinerja IKM untuk menopangkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Gati menuturkan, dengan kondisi ekonomi yang mulai stabil pada saat ini seharusnya bisa menjadipeluang bagi IKM untuk tumbuh signifikan. “Kalau bisa ditunda, biar IKM-nya siap dulu. Anggaplahpenundaan pengenaan cukai plastik ini sebagai insentif bagi IKM. Jangan terus digrogoti,” ungkapnya.

Di sisi lain, Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) yang terdiri atas 17asosiasi menolak wacana pengenaan cukai atas plastik kemasan. Sebab, kebijakan ini kontraproduktifdan salah sasaran, serta berpotensi merugikan konsumen, menurunkan daya saing industri,pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, serta penerimaan negara.

“Sebagai forum yang mewakili ribuan pelaku industri terkait plastik, mulai dari produsen, pengguna,hingga industri daur ulang plastik, kami melihat kebijakan cukai bukanlah solusi tepat bagi masalahsampah, khususnya sampah plastik kemasan yang sering diposisikan sebagai sumber permasalahansampah di Indonesia,” ujar perwakilan FLAIPP Rachmat Hidayat.

Selain salah sasaran, dia menegaskan, pengenaan cukai ini justru akan membawa banyak sekali dampaknegatif bagi upaya Pemerintahan Presiden Jokowi mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, danmengejar pemerataan ekonomi rakyat.