Masyarakat Mulitikultural Menjadi Penangkal Potensi Konflik Sosial

:


Oleh MC Kabupaten Sleman, Jumat, 27 Januari 2017 | 11:03 WIB - Redaktur: Kusnadi - 414


Sleman, InfoPublik – Sosialisasi pengkajian perubahan sosial dan potensi konflik yang terjadi di Kabupaten Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DIY bekerjasama dengan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSSK) UGM di Aula Unit I Pemkab Sleman, Kamis (26/1).

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati Sleman, Dra. Hj. Sri Muslimatun, M.Kes mengatakan,  untuk menjaga jangan sampai perbedaan yang ada menjadi sumber konflik, diharapakan semua pihak lebih menciptakan kondisi kondusif di lapangan dan membutuhkan dukungan semua pihak agar tidak terjadi pengkotak-kotakan suku, agama dan lain-lain.

Selain itu, Sri Muslimatun berharap dengan diadakannya sosialisasi tersebut dapat menjadi sharing informasi sekaligus menjadi media dalam menyusun langkah-langkah konkrit yang dapat kita upayakan dalam menjaga ketertiban dan keamanan di Kabupaten Sleman.

Menciptakan situasi aman dan nyaman bagi masyarakat maka potensi konflik perlu dikelola secara baik dan tepat. Mengingat tingginya tingkat heterogenitas ini, maka diperlukan upaya untuk menjaga agar kondisi ini tidak dimanfaatkan oleh orang atau golongan yang berniat memecah belah persatuan dengan dasar perbedaan tersebut, tambah Sri Muslimatun.

Habib S.Sos., M.Si., dari PSKK UGM yang menjadi narasumber pada acara tersebut menyampaikan bahwa komposisi masyarakat DIY yang multikultur bisa menjadi sebuah kekuatan, namun apabila tidak ditopang oleh kekuatan modal sosial (social trust, social inclusion) yang memadai bisa menimbulkan konflik.

Penelitian perubahan sosial dan potensi konflik sendiri melibatkan responden sebanyak 8.000 orang dari unsur tokoh pemuda, tokoh perempuan, BPD, LKMD, Polsek, dan Koramil. 

Dari hasil penelitian yang didapatkan Habib menjelaskan bahwa di sebagian besar kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman, Indeks Potensi Konflik akibat tindakan premanisme meningkat, kecuali di Kecamatan Moyudan, Berbah, Kalasan, Cangkringan, dan Prambanan yang mengalami penurunan. Sedangkan Kecamatan Mlati, Depok, dan Gamping merupakan 3 kecamatan dengan potensi konflik premanisme tertinggi di Kabupaten Sleman.

Untuk konflik ekonomi Kecamatan Mlati, Kalasan, dan Gamping merupakan tiga kecamatan dengan nilai indeks potensi konflik Ekonomi tertinggi di Kabupaten Sleman. Sedangkan Kecamatan Minggir, Prambanan, dan Ngemplak merupakan 3 kecamatan dengan indeks potensi konflik ekonomi terendah di Kota Yogyakarta. 

“Sedangkan untuk Indeks Potensi Konflik dimensi politik ditahun 2016 mengalami peningkatan hampir di semua kecamatan kecuali di Kecamatan Minggir yang mengalami penurunan. Indeks Potensi Konflik tertinggi ada di Kecamatan Ngemplak, Kalasan, dan Prambanan dan Indeks Potensi Konflik terendah ada di Kecamatan Minggir,Cangkringan, dan Seyegan,” kata Habib.(Mc Sleman/Kus)