Wakil Walikota Malang Kunjungi Kampung Desaku Menanti

:


Oleh MC Kota Malang, Rabu, 25 Januari 2017 | 18:16 WIB - Redaktur: Tobari - 388


Malang, InfoPublik - Geliat warga kampung Desaku Menanti yang ada di Dusun Baran, Kelurahan Tlogowaru Kecamatan Kedungkandang terlihat, saat Wakil Walikota Malang Drs. Sutiaji beserta tim dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Komisariat Malang Raya datang berkunjung, Selasa (24/1).

Program Desaku Menanti adalah salah satu upaya dari Kementerian Sosial untuk mengentaskan masalah kemiskinan yang ada di Indonesia. Di Kota Malang sendiri realisasi program ini telah dilakukan pada bulan Maret 2016 lalu, berupa pembangunan 40 rumah bagi eks gelandangan dan pengemis (gepeng).

“Hunian tetap di Kampung Menanti sudah dibangun dengan baik, dari 40 rumah yang ada, 35 rumah sudah berpenghuni dan warga disana sudah meninggalkan pekerjaan lama. Di bawah binaan Dinas Sosial Kota Malang, saat ini mereka sedang bergiat menekuni berbagai macam usaha,” ungkap Wawali Sutiaji, Selasa (24/1).

Warga laki-laki menekuni mulai dari membuat sawal bantal, berjualan kue, berjualan bakso, berjualan balon, dan lain lain.  Untuk warga perempuan ada yang membuat makanan olahan antara lain peyek, kerupuk, kue untir-untir, getuk, wingko, dan lain sebagainya yang bisa dikerjakan di rumah dan bernilai ekonomis.

“Selain warga bisa memiliki keterampilan, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mereka bisa hidup dengan layak. Karena itu. perlu juga dipikirkan bagaimana memasarkan produk yang telah dibuat oleh warga,” katanya.

Hal itu diakui Sutiaji sangat penting agar warga Kampung Desaku Menanti tidak kembali lagi menekuni pekerjaan lama di jalanan. Ini merupakan langkah agar ke depan warga Kampung Desa Menanti bisa lebih mandiri dan mampu mengembangkan diri sehingga menjadi wirausahawan yang sukses.

Salah satu warga Kampung Desa Menanti, Bambang, mengakui sebenarnya Pemkot Malang, melalui Dinas Sosial, sudah banyak membantu warga Kampung Desa Menanti. Meski begitu tidak mudah mengajari warga untuk berwirausaha, sebab menurut Bambang, sangat susah untuk meninggalkan kebiasaan nyaman hidup di jalanan.

Contoh kecil di tempat ini, sarana untuk membuat berbagai macam keripik, getuk, kerupuk, peyek sudah lengkap, namun tidak mudah mengajak warga. Sebab pesanan tidak datang setiap hari. “Rasanya susah untuk bisa mendapatkan uang,” ungkapnya. (cah/yon/toeb)