Prosedur Standar Penerbangan Harus Dilakukan Maskapai Tanpa Kompromi

:


Oleh Dian Thenniarti, Jumat, 13 Januari 2017 | 14:43 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengingatkan semua operator penerbangan sipil Indonesia untuk kembali memastikan terpenuhinya peraturan keselamatan penerbangan sipil yang telah ditetapkan.

Terutama Prosedur Standar Operasi Persiapan Penerbangan seperti pemeriksanaan kesehatan dan operational control serta meningkatkan attitude semua insan penerbangan mematuhi dan menjalankan semua peraturan tersebut. "Kembali saya menegaskan, bahwa peraturan terkait ditetapkan demi terpelihara dan terjaminnya keselamatan penerbangan sipil Indonesia. Yang mana hanya dapat tercapai dengan konsistensi implementasi pada semua operator penerbangan, serta attitude yang baik dari semua insan yang terkait di penerbangan," tegas Budi Karya dalam Sosialisasi Ulang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Terkait Dengan Pemeriksaan Kesehatan dan Kewajiban Penerbang/Crew Sebelum Melaksanakan Penerbangan. Sosialisasi kepada operator penerbangan pemegang AOC 121 dan 135 di Jakarta, Jumat (13/1).

Lebih lanjut Menhub Budi Karya menekankan agar kepatuhan dan ketaatan menjalankan peraturan sudah tertanam dan menyatu dalam sikap dan perilaku semua insan penerbangan. Hal ini disampaikan karena Menhub Budi Karya melihat masih adanya indikasi inkonsistensi dan kekurangpatuhan dalam penerapannya di sejumlah lokasi dan pada sejumlah operator penerbangan.

Menurut Menhub, attitude sangat penting agar suatu proses dapat berjalan dengan baik. “Proses mekanisme reward and punishment akan kita lakukan lebih lugas agar ada efek jera. Namun kalau tanpa attitude yang baik, efek jera ini tidak akan jalan," katanya.

Budi Karya mengatakan beberapa perkembangan yang terjadi belakangan ini telah memberikan sinyal yang sangat positif terhadap kondisi penerbangan di Indonesia.Diantaranya adalah tercapainya kembali FAA Category I, dan kembali diangkatnya sejumlah operator penerbangan Indonesia dari daftar larangan Uni Eropa. Indonesia yang mempunyai potensi penerbangannya yang besar, potensi market yang luar biasa, serta pertumbuhan ekonominya yang terus bergerak positif akan selalu menjadi sorotan dan pusat perhatian dari dunia penerbangan internasional.

"Kita semua harus terus mengupayakan agar trend positif ini dapat terus berlanjut sehingga Indonesia dapat berada dalam tataran terdepan negara-negara di dunia terutama dalam konteks penerbangan sipil. Sehingga peristiwa-peristiwa yang kemungkinan besar dapat berdampak negatif seperti yang terjadi di Surabaya harus kita tekan serendah-rendahnya," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Harian Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Pramintohadi Soekarno menambahkan, setiap pemegang AOC 121 dan 135 terikat kepada kewaiban untuk memenuhi dan melaksanakan peraturan yang tertuang di dalam Civil Aviation Safety Regulations atau CASR.

"Khusus dalam kesempatan hari ini, kita akan mereview kembali peraturan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan penerbang dan operational control. Meliputi hal-hal yang terkait dengan proses dispatching dan flight following. Termasuk di dalamnya adalah kewajiban bagi setiap penerbang untuk memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya terkait dengan keadaan cuaca, informasi penerbangan dalam NOTAM, kesiapan pesawat udara, serta data penumpang dan muatan yang dibawa," ujar Pramintohadi.

Di samping itu, lanjut Pramintohadi, personil penerbangan juga perlu memastikan bahwa secara fisik mereka juga berada dalam kondisi yang prima melalui pemeriksaan kesehatan. "Peristiwa kecelakaan penerbangan Indonesia AirAsia QG 8501 di akhir tahun 2014 yang lalu menjadi pemicu dilakukannya sejumlah revisi peraturan keselamatan penerbangan sipil. Termasuk di dalamnya adalah peraturan yang mewajibkan bahwa penyampaian informasi kepada penerbang dilakukan oleh dispatcher secara langsung."

Pramintohadi menekankan mengenai besarnya peran seorang dispatcher yang turut menentukan keselamatan penerbangan. Dispatcher menyampaikan semua informasi yang terkait dengan persiapan penerbangan, dan hanya menyerah terimakan pesawat udara kepada penerbang jika yang bersangkutan betul-betul meyakini bahwa pesawat udara dalam kondisi siap, begitu pula penerbangnya. Dalam interaksi itu, dispatcher juga dapat melihat secara langsung kondisi penerbang dan mengingatkan kepada penerbang tersebut sekiranya ada hal-hal yang berpotensi dapat menimbulkan gangguan kepada penerbangan.

Setelah itupun, dispatcher masih berkewajiban melakukan proses flight following hingga tibanya penerbangan tersebut di tempat tujuan. "Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya juga perlu mengingatkan bahwa peran dispatcher sedemikian penting dan krusial, sehingga jangan sampai terganggu oleh kegiatan lain yang tidak relevan dengan tugasnya," jelas Pramintohadi.

Sejak kejadian di akhir 2014 tersebut, juga sudah diberlakukan kewajiban dilakukannya pemeriksaan kesehatan bagi personil penerbangan sebelum melaksanakan kegiatan operasional. Pemeriksaan yang dilakukan oleh operator penerbangan ini tidak dimaksudkan untuk kemudian tumpang tindih dengan apa yang dilakukan oleh otoritas penerbangan sipil di Indonesia. Tetapi lebih sebagai upaya untuk memastikan bahwa kondisi personil penerbangan yang sudah dipastikan pemenuhan persyaratan kesehatan setiap 6 bulan sekali, tetap dipenuhi sehari-harinya saat melakukan penerbangan. Pentingnya hal ini seolah-olah mendapatkan justifikasinya kembali setelah apa yang terjadi di Surabaya pada akhir 2016 yang lalu.

Oleh karena itu, melalui kesempatan hari ini, Pramintohadi kembali mengajak seluruh operator penerbangan untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan bagi personil penerbangan secara konsisten. Pramintohadi menyatakan bahwa Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara akan memberikan paparan mengenai butir-butir spesifik di dalam CASR yang terkait dengan operational control dan pemeriksaan kesehatan.

Di samping itu, Ditjen Perhubungan Udara juga sudah mengeluarkan Edaran Keselamatan no.SE 28 tahun 2016 untuk menekankan kembali pentingnya penerapan regulasi yang terkait dengan operational control. Operator penerbangan pemegang AOC 121 dan 135 agar memastikan pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan persiapan penerbangan yang diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Langkah preflight actions sebagaimana dipersyaratkan dalam CASR 91.103

2. Pemenuhan persyaratan pencegahan penyalahgunaan alcohol dan drug sebagaimana dipersyaratkan dalam CASR 91.17

3. Pemenuhan persyaratan medis sebagaimana dipersyaratkan dalam CASR 61.3(c) sehingga tidak timbul potensi pelanggaran terhadap CASR 61.53 operations during medical deficiency

4. Pengecekan kesehatan sebelum terbang sesuai dengan CASR 121.535 (a) dan (b) dan CASR 135.537

5. Briefing kepada pilot in command sebelum terbang sesuai dengan CASR 121.601 dan CASR 135.609

6. Dispatching atau flight release procedures sebagaimana dipersyaratkan didalam subpart U CASR 121 dan subpart Q CASR 135

7. Flight crew reporting time sebagaimana dipersyaratkan didalam Operating Manual setiap operator penerbangan

8. Boarding procedures sebagaimana dipersyaratkan didalam Operating Manual setiap operator penerbangan