Menag: Ormas Tidak Perlu Sweeping Atribut Natal

:


Oleh H. A. Azwar, Selasa, 20 Desember 2016 | 16:36 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak perlu melakukan sweeping terkait atribut perayaan Natal.

Ormas menurut saya tidak perlu melakukan sweeping. Karena, kalau semua ormas melakukan itu akan menjadi anarkis. Kalau satu ormas dibiarkan maka ormas yang lain juga akan melakukan hal yang sama. Itu sangat tidak baik, kata Menteri Lukman di kantor Kementerian Agama Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/12).

Menurut Lukman, ormas tidak bisa serta merta melakukan sweeping karena tindakan ini sebenarnya merupakan upaya paksa dengan menggunakan kekerasan.

Kalau yang dimaksud adalah upaya paksa atau dengan ancaman, atau bahkan dengan menggunakan kekerasan maka sweeping itu hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum karena atas dasar hukum, ujarnya.

Soal fatwa haramnya muslim menggunakan atribut non-muslim, Lukman menilai fatwa mengikat yang meminta fatwa. Keputusan mengikuti fatwa diserahkan kembali kepada muslim, apakah hendak ikut atau tidak.

Fatwa merupakan pendapat hukum dari ahli hukum atas pertanyaan pihak yang meminta. Maka, fatwa hanya mengikat yang meminta. Mereka yang tidak meminta fatwa, tidak terikat fatwa tersebut.

Ini berpulang pada muslim, apakah ikuti fatwa itu atau tidak. Fatwa itu bukan putusan pengadilan. Tapi dengan hal ini, menurut pandangan saya, baik ditanyakan kepada ulama yang lebih punya kapasitas, beber Lukman.

Fatwa terbaru yang dirilis Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak terkait dengan Kemenag. Fatwa itu murni pandangan hukum keagamaan para ulama atas pertanyaan dari yang meminta.

Soal ormas yang melakukan sweeping penggunaan atribut non muslim oleh muslim, Lukman menegaskankan harus diperjelas dulu bagaimana sweeping-nya. Kalau disertai ancaman, hal itu hanya bisa dilakukan aparat. Selain aparat, tidak boleh ada upaya pemaksaan.

Kalau sekelompok orang boleh memaksa, yang lain akan melakukan yang sama. Kalau begitu, yang terjadi adalah aksi anarkis. Yang boleh melakukan itu hanya aparat atau instansi yang diberi kewenangan hukum, beber Lukman.

Sebelumnya, muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/12).

Pada Senin (19/12), Kapolri Jendral Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia atribut natal di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI.

Umat Islam, juga diminta saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis, tukas Lukman.